MUNGKIN Ini kata dari dunia terlalu sempit. Amora tidak mengerti, mengapa Adam selalu hadir di sekelilingnya sekali pun itu hari libur. Lihat saja, sekarang cowok itu sedang menatap meremehkan ke arahnya. Memberinya tumpangan yang Amora yakin hanya sekedar basa-basi.
Amora mendengkus "Makasih," ketusnya.
Adam terkekeh ringan, tidak lama cowok itu menghela napas membuka seat beltnya ke luar menghampiri Amora yang memasang wajah sebal.
"Kenapa? Takut gue pinta ongkos? Tenang aja, gratis kok!"
Amora menatap Adam tidak percaya, gratis katanya? Mustahil. Mungkin ia bisa percaya jika masuk nanti gratis, tapi setelah itu Amora yakin Adam akan meminta sesuatu yang merugikan dirinya.
"Sorry, gue lebih suka naik kendaraan umum dari pada kendaraan lo!"
Amora masih terus memberikan ekspresi ketidak sukaannya kepada cowok yang bertahan berdiri di depannya. Amora mendelik ke arah Eka, mencoba meminta pertolongan dan pembelaan temannya itu.
"Please ya ketua osis terhormat. Lo gak ada kerjaan lain selain ngusilin temen gue? Gak di sekolah gak di luar sekolah." seru Eka, ikut jengah dengan rivalnya yang sok akrab akhir-akhir ini.
"Gue gak usil, gue cuma mau kasih tumpangan. Harusnya kalian bersyukur di tawarin sama gue yang jarang negur kalian."
Amora berdecih "Lebih baiknya lo gak usah negur kita. Lagian kok lo kayak kacang lupa sama kulitnya. Lo tahu gak? Lo itu rival kita!" Amora berseru.
Adam menaikan satu alisnya "Tahu kok,"
"Kalo tahu kenapa lo sksd? Mau ngapain hah? Lo punya masalah apa sama gue?" Amora kesal setengah mati.
Adam masih menampilkan ekspresi tanpa dosa "Lo kan pacar gue."
Astaga, andai saja tinggi Amora tidak jauh berbeda dengan Adam. Mungkin ia sudah menoyor kepala cowok itu agar otaknya bekerja.
"Gue sama lo gak pacaran! Itu cuma permainan, dan gue gak nerima cinta lo kalo lo lupa. Lo aja yang maksa gue,"
"Tapi kenyataannya semua orang tahu, bahkan semu penghuni sekolah tahu kalo lo pacar gue." balas Adam.
Amora mendengkus "Terus masalahnya apa? Gue tinggal ngomong break sama lo semuanya berakhir, kan? Tapi percuma sih, karena gue yakin lo gak akan terima semudah itu. Gue pastiin, besok gue akan buat pengumuman mengejutkan buat lo."
Adam diam "Apa yang mau lo lakuin?"
Amora tersenyum sinis "Pengen tahu juga ternyata," kekehnya.
"Gue tanya, apa yang mau lo lakuin." tanya Adam, Nada suaranya meninggi satu oktaf.
Amora yang terkejut melihat ekspresi marah Adam mendadak diam, bingung.
"Itu bukan urusan lo, lo lihat aja besok."
"Mor, ada angkot kosong ini. Ayok!" teriak Eka yang entah sejak kapan sudah berada di dalam angkutan umum itu.
Amora menggeram kesal, tega-teganya Eka meninggalkannya dengan cowok sialan ini.
"Tungguin, ck!"
Amora hendak mengejar Eka yang masih menunggunya di dalam angkot, sebelum tangannya di tahan Adam.
"Gue peringatin lo buat gak berbuat macem-macem, Amora. Karena kalo sampai lo bikin hal yang merugikan dan merusak nama gue di sekolah, gue pastiin hidup lo gak setenang ini." ucap Adam, tajam.
Amora mendongkak, membalas tatapan tajam Adam.
"Gue gak peduli!"
Cewek itu langsung menepis tangan Adam yang bertahan di satu lengannya hingga terlepas. Beranjak pergi dengan langkah terburu-buru menghampiri Eka yang sudah menggerutu di sana.
Hingga angkot itu menjauh dari pandangan Adam yang masih diam di tempatnya. Mata tajamnya terlihat kesal ketika apa yang di katakan Amora mengusik ketenangannya.
"Gue gak akan biarin lo ngelakuin hal yang merugikan gue, cewek idiot." ucap Adam, tajam.
**
Amora dan Eka kini sudah berada di dalam rumah. Di mana wanita tua sudah berdiri di sana dengan tatapan marah, Amora yang tahu akan ada sesuatu terjadi mencoba menyemangati Eka agar tidak meledak.
"Dasar kamu, kamu kemana aja Eka? Kabur dari pesta budhe, jam segini baru pulang." cecar wanita tua itu.
Eka yang sudah biasa dengan bentakan budhenya tidak merespons ucapan wanita paruh baya itu. Eka tetap memasang wajah datar, melengos masuk menghampiri Ibunya yang kini menunduk takut.
"Kamu kemana aja, nak? Ibu cemas." ucapnya, memeluk Eka sayang.
Eka membalas pelukan itu lalu melepaskannya "Aku semalam tidur di rumah Amora, Bu. Maaf, Eka gak kasih Ibu kabar."
Helaan napas lega terdengar dari wanita paruh baya itu "Syukurlah, Ibu takut kamu kenapa-kenapa,"
"Ck! Ini nih yang bikin anak kamu jadi pembangkang. Apa-apa di manja, terlalu ngebebasin gerak-geriknya. Gimana dia mau di anggap jadi turunan keraton, udah wajahnya gak mirip orang Indonesia. Kelakuannya bar-bar, sopan santunnya gak ada! Lihat, anak mu itu gak ada bagus-bagusnya, sama bodohnya kayak kamu Wulan."
Budhe meledak-ledak mengeritik apa yang Eka miliki. Amora yang mendengar itu merasa terusik, cukup sakit hati ketika wanita paruh baya itu memaki-maki Eka di hadapan Ibunya, seolah temannya tidak berarti sama sekali.
"Mbak jangan seperti itu, dia anakku." seru Wulan tidak terima.
Budhe berdecih "Memang siapa yang ngakuin dia anak selain kamu, hah? Aku juga gak sudi, punya ponakan tidak tahu tata tertib seperti ini."
Eka kesal, Amora bisa melihat kedua tangan cewek itu mengepal kuat. Amora tahu jika kemarahan Eka sebentar lagi akan meledak.
"Budhe, jangan bicara seperti itu. Maaf kalo saya ikut campur, tapi apa yang Budhe ucapkan itu udah keterlaluan." Amora membela, ia ikut marah.
"Tahu apa kamu soal ucapan saya? Kamu masih kecil, gak usah ikut campur urusan saya. Ck, sama-sama bodohnya kayak Eka."
"Budhe!" Eka berteriak, suaranya meledak begitu saja.
Budhe, Wulan dan Amora yang mencoba berdebat panjang mendadak diam dan menatap Eka yang kini memasang wajah marah.
"Sebenarnya apa urusan Budhe sama aku? Kalo Budhe gak sudi nganggap aku ponakan. Budhe tinggal lepasin, ngapain ngusik hidup aku sama Ibu? Apa Ibu punya utang sama Budhe sampe Budhe paksa Ibu buat jadiin aku wanita lemah lembut? menjijikan, apa Budhe merasa diri Budhe lemah lembut? Budhe itu kasar, Budhe itu wanita bertopeng yang hanya mementingkan harga dirinya. Budhe masih gak terima lihat Ibu bebas memilih pasangannya dan melahirkan aku yang bukan darah keraton? Hah!? Budhe iri!?"
Eka berteriak, melampiaskan amarahnya hingga membuat Budhe menatap nyalang Eka. Satu tangan wanita itu melayang, hendak menampar Eka. Namun dengan cepat Wulan menahannya.
"Berhenti, mbak!" seru Wulan, wanita itu tidak bisa menahan kesabarannya lagi.
"Lepasin! Berani-beraninya kamu tahan aku, Wulan."
"Kenapa? Mbak gak terima? Mbak tahu kalo mbak udah keterlaluan sama anakku. Mbak masih benci sama aku karena aku menikah dengan pria pilihankku?"
Eka menggeram, selalu berakhir seperti ini. Eka melengos, masuk meninggalkan dua wanita yang akan kembali berdebat, dan itu karena dirinya.
---
TBC!
Maaf baru updateeee:*
Cek typoo yaaa:v
Sangkyuuu:*
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Cinderella (Sudah Ada Di Toko Buku)
Teen FictionProject #Remaja | "Gue gak terima penolakan! Mulai sekarang lo jadi pacar gue." Ini bukan kisah Cinderella yang kehilangan sepatu kaca, di mana sang pangeran akan menjemput sang putri, untuk memberikan sebelah sepatunya yang tertinggal di pesta dans...