1 - Jarak

25.3K 1.6K 679
                                    

Langit hari rabu pagi nampak mendung, awan-awan gelap mengitari kota dan jalanan nampak sepi, di dalam bus yang akan mengantarkan Jihoon ke sekolahpun tidak terlalu berdesakan seperti biasanya

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.

Langit hari rabu pagi nampak mendung, awan-awan gelap mengitari kota dan jalanan nampak sepi, di dalam bus yang akan mengantarkan Jihoon ke sekolahpun tidak terlalu berdesakan seperti biasanya.

Jihoon sendiri, duduk di bangku dekat jendela bus, memandang ke luar jendela dimana beberapa pepohonan nampak agung berjejeran. Namun, air mata masih terus membasahi pipiㅡ ah tidak, bahkan seluruh wajahnya basah karena bercampur air mata juga keringat.

Hatinya masih sakit, kemarin, pacarnya yang kini tinggal di Jepang untuk melanjutkan sekolahnya itu memutuskan hubungan mereka secara sepihak dan tanpa alasan. Jika ditanya sesayang apa Jihoon pada Jinyoung, maka semua orang di penjuru sekolah akan tahu bahwa Jihoon sama sekali tidak bisa jauh dari Jinyoung. Malah aneh kalau melihat Jihoon jalan sendirian di koridor tanpa ada Jinyoung yang menggenggam tangannya.

Jinyoung adalah cinta pertama, pacar pertama, teman pertama bagi Jihoon.

Dia selalu jatuh cinta pada Jinyoung setiap harinya. Bagaimana cara Jinyoung memperlakukannya, cara Jinyoung menatap matanya, cara Jinyoung bertutur kata padanya dan semua yang Jinyoung lakukan untuk Jihoon begitu membekas dan sulit untuk dilupakan.

Ah... air mata Jihoon bertambah deras mengingatnya.

Bagaimana Jinyoung yang selalu ia tunggu itu kini sudah bukan lagi miliknya.

Rasa Jihoon pada Jinyoung tidak berubah sedikitpun meski mereka terhalang oleh jarak dan waktu.

'kriet'

Lamunan Jihoon buyar ketika merasakan bangku tepat disebelahnya berdecit tanda ada seseorang yang mengisinya.

Ngapain, sih nih orang duduk disini. Kan' banyak bangku yang kosong. keluh Jihoon dalam hati.

Ia memilih mengabaikan orang yang duduk disampingnya itu dan melanjutkan tangisnya.

"Kok nangis? Nanti kalo nangis jadi jelek, loh."

Jihoon hanya tersenyum kecil menanggapinya, ia terlalu malas berbicara atau sekedar berbasa-basi dengan orang asing.

Orang itu mengeluarkan satu buah jeruk dan menyodorkannya pada Jihoon, "Mau?" tawarnya sambil tersenyum tulus.

Akhirnya Jihoon menegakkan duduknya dan mengambil jeruk tersebut tanpa berterima kasih, karna ia tahu suaranya akan serak setelah menangis semalaman.

Orang itu membuka satu buah jeruk lagi dari dalam kantongnya dan memakannya perlahan. Lalu, ia menoleh menatap Jihoon yang berada disampingnya sedang kesulitan membuka jeruk itu.

Orang itu terkekeh, lalu mengambil jeruk dari tangan Jihoon dan mengupasnya, "Apapun alasan kamu nangis, jangan sedih lagi." kata orang itu sambil memberikan jeruk yang sudah dikupas untuk Jihoon. "Beberapa orang meninggalkan kita, mereka pergi, mereka mengabaikan, mereka asik dengan dunianya sendiri. Ingin berteriak, bercerita namun semua orang sibuk pada urusannya masing-masing. Akhirnya kita hanya bisa memendam apa yang kita rasakan, malas berbagi karena percuma, tidak ada yang bisa kita percayai di dunia ini. Karena ujung-ujungnya mereka akan pergi," lanjutnya sambil tersenyum.

Liefde [PanWink] ✔Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum