15 - Trauma

7.4K 945 346
                                    

Guanlin melangahkan kakinya ke dalam kamar, melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul 2 dini hari, namun Jihoon masih sibuk di atas kasur memangku laptopnya begitu serius

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

Guanlin melangahkan kakinya ke dalam kamar, melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul 2 dini hari, namun Jihoon masih sibuk di atas kasur memangku laptopnya begitu serius.

"Ji, udah jam segini. Ayo tidur." ujar Guanlin menegur, namun Jihoon masih berkutat pada laptopnya tanpa memperdulikan omongan Guanlin. Guanlin menghampiri istrinya itu, lalu tangannya terulur hendak memencet tombol power pada laptop Jihoon.

Namun buru-buru Jihoon menahan tangan Guanlin, lalu menatap lelakinya melas. "Please, sebentar lagi. Satu bab lagi." kata Jihoon dengan mata memohon.

Guanlin menghela nafasnya, dan akhirnya mengalah, ia duduk di pinggir ranjang, mengelus rambut Jihoon sayang. "Jangan tidur kemaleman, oke? Kalo haus, aku udah beliin kamu susu coklat di kulkas."

Jihoon mengangguk dan tersenyum singkat, membiarkan Guanlin berbaring di sebelahnya dengan memeluk pinggang Jihoon.

Akhirnya Jihoon kembali melanjutkan novelnya. Sesekali ia melirik ke arah wajah Guanlin yang tidur dengan damai.

Guanlin, adalah malaikat di dalam kehidupan Jihoon.

Sudah tiga tahun mereka menikah, namun sampai sekarang mereka belum mempunyai anak. Karena Jihoon memiliki trauma dalam berhubungan seksual. Ia pernah jadi korban pelecehan, membuatnya enggan untuk hidup.

Ia ingat, dirinya kacau saat itu.

Harga dirinya diinjak-injak oleh seseorang yang tidak ia kenal. Rasanya dunia sangat kejam, Jihoon di ambang keputus asaan. Hanya bisa mengikuti berbagai terapi untuk menghilangkan penyakit jiwanya.

Sampai akhirnya ia bertemu dengan Guanlin. Yang mau menerima Jihoon apa adanya. Menerima segala kekurangan Jihoon, dengan sabar menunggu Jihoon siap untuk melakukannya. Dengan sabar mengantar Jihoon terapi setiap minggu, dengan sabar menghadapi emosi Jihoon yang tidak stabil jika teringat malam itu.

Jihoon menutup laptopnya, melirik ke dinding dimana terdapat foto pernikahannya dengan Guanlin.

Jihoon juga ingin, rumahnya diisi dengan tawa anak mereka, ingin mendengar seorang anak memanggilnya Mama, ingin menyempurnakan keluarga kecil mereka. Tapi selalu gagal, ketika memantapkan hati, ia akan gagal karena bayang-bayang masa lalu selalu menghantui fikirannya.

Berapa kalipun Guanlin meyakinkan, selalu saja mereka akan gagal karena tiba-tiba Jihoon menangis histeris di tengah jalan, atau Jihoon tiba-tiba memukul Guanlin, seolah Guanlinlah yang menyakitinya malam itu.

Selalu seperti itu, selama tiga tahun, Guanlin setia menunggu istrinya itu. Hingga Jihoon benar-benar siap. Hingga Jihoon benar-benar berhasil sembuh dari traumanya, nanti.

Jihoon meletakkan laptopnya di nakas, lalu ikut berbaring, masuk ke dalam pelukkan Guanlin. Menghirup dalam-dalam aroma tubuh Guanlin yang menjadi terapi tersendiri baginya. Mata Jihoon memanas, ia tidak tega melihat Guanlin selalu menahan diri hanya karena menghormati Jihoon, yang masih belum mampu memberikan dirinya sepenuh hati pada Guanlin.

Liefde [PanWink] ✔Место, где живут истории. Откройте их для себя