Chapter 06

3.8K 362 6
                                    

Kinan melompat keluar dari taksi saat jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 22.50 WIB. Akibat hujan deras membuat penerbangannya delay hingga empat jam. Kalau tahu begini mending naik kereta saja. Dan, sekarang tubuhnya capek sekali. Rasanya ingin lekas merebahkan di kasur dan memeluk guling.

Liya membukakan pintu dan langsung memeluk Kinan erat dengan perasaan bercampur antara lega dan cemas. Seakan Kinan baru saja kembali dari medan perang, bahkan mungkin perantauan yang sangat jauh.

"Pulung baik-baik saja, kan?" Hal pertama yang ditanyakan Kinan adalah majikannya.

"Guci. Piring. Gelas. Kristal. Semua aman."

Kinan mengulum senyum lega. Akhirnya Pulung tak membuat keributan saat ditinggalnya dua hari. Itu baru yang namanya majikan kesayangan. "Tapi kenapa aku melihat panda, ya?" meskipun ia sudah tahu saat melihat lingkaran hitam di bawah mata Liya.

"Mbaaak, aku kan, kudu waspada setiap saat."

"Tenang aja, Ya." Kinan memasukkan sekotak donat yang dibelinya di bandara ke dalam kulkas. "Pulung sekarang udah manis, kok."

"Kalau kumat lagi gimana?"

Kinan mengekeh. "Curhatnya besok lagi, ya. Aku ngantuk." Jika ia tak menghentikan obrolan ini pastinya Liya akan mencerocos hingga dini hari.

Kinan berjalan menuju kamar dengan ransel masih memanggul di punggung. Telapak tangan menutup mulut yang menguap lebar. Matanya sudah tak mampu dikompromi saking ngantuk dan lelahnya tubuh.

Dan, di esoknya meskipun mata Kinan masih menggantung kantuk, ingin bermalas-malasan seharian, tapi pikirannya selalu memikirkan pekerjaan yang sudah menunggu. Salah satunya adalah setor muka di hadapan Pulung seraya memberitahukan kedatangannya.

***

Pulung mengamati luar jendela dari balik gorden ruang makan. Pagi ini lebih sejuk dari biasanya. Masih terlihat sisa-sisa hujan semalam pada dedaunan yang menghijau.

Ada harap pada sosok yang dinantinya. Ia bahkan tak bisa menghubungi Kinan, karena yaah, ia tak pernah meminta nomor ponsel Kinan. Padahal bisa saja ia meminta pada Liya, tapi Liya selalu kabur setiap kali berpapasan dengannya.

Pulung memutar kepala ke belakang melihat meja yang masih kosong. Dua hari lalu, sarapannya sudah siap ketika ia masuk ke ruangan ini. Huh, jangan-jangan, Liya kabur sama seperti para pembantu terdahulu. Pulung kembali mengamati luar jendela dengan desah getir. Bukankah ini yang diinginkannya? Membiarkan semua orang pergi. Dan, tidak membiarkan dirinya percaya pada orang lain.

"Mi goreng spesial dengan taburan bawang goreng—"

Dalam gerakan cepat Pulung memutar kepala ke belakang. Tercenung mendapati sosok yang dinantikannya hadir dalam balutan senyum yang tak kuasa membuat kedua ujung bibirnya mengembang tipis. Seperti ada kembang api yang bermekaran di dalam hatinya. Astaga. Padahal ia sendiri tak pernah menyaksikan kembang api secara langsung, jadi bagaimana bisa ia tahu perasaan berdebar ini.

"—dengan telur dadar bikinan Chef Kinan." Kinan meletakkan sepiring mi goreng dan gelas air putih ke atas meja. "Penerbanganku delay sampai empat jam." Tangannya menarik kursi, lalu duduk.

Tanpa perlu bertanya pun Kinan sudah menjelaskan keterlambatannya pada Pulung.

Kaki Pulung bagai magnet yang melangkah menghampiri gadis itu. Ia mengambil duduk di seberang Kinan, meraih sendok, lalu menyuap dengan seulas senyum yang mungkin hanya bisa dirasakan olehnya sendiri. Gadis itu kembali. Hei, Kelinci, kamu salah. Dia kembali dan dia menepati janjinya.

It's Nothing ChangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang