2. Ancaman bocah

34.6K 5.8K 868
                                    

Absen dulu yuu yang baca hari ini Ngacung 🙌

Kasih vote dan komentarnya juga doongggg ❤️

🌼🌼

Ardi sedang gelisah setengah mati sekarang. Dia tidak bisa melakukan apa pun selain diam dan menunggu panggilan yang akan membuat dirinya keluar dan berlari mengejar seseorang.

Ya, Ardi baru saja melihat pujaan hatinya berjalan beriringan dan tertawa dengan seorang bocah tengil yang membuatnya gelisah belakangan ini. Cowok itu Arian, ketua Osis baru yang hobi sekali mendekati kekasih orang lain. Tidak, mungkin itu hanya tuduhan dari orang-orang tertentu saja, seperti Ardi contohnya.

Kekasih? Eka masih bukan kekasih Ardi. Tapi Ardi sudah mengklaim secara sepihak bahwa Eka adalah masa depannya walau tahu sudah ditolak berkali-kali. Ardi tidak peduli, Ardi menganggap bahwa Eka sedang dalam mode shy shy cat. Mode malu tapi mau. Ardi yakin Eka juga punya perasaan yang sama sepertinya. Pikiran itu sudah mendarah daging di otaknya.

Berlebihan dan terlalu percaya diri? Ardi sama sekali tidak peduli. Satu hal yang dia tahu, Eka itu miliknya. Titik tanpa bisa ditawar lagi.

Ardi tahu kalau hari ini Eka ada jadwal olah raga yang sialnya pelajaran itu bentrok dengan anak kelas XI yang di isi Arian. Dan Ardi sudah menandai bahwa bocah itu adalah ancaman.

"Bu, kapan pelajarannya selesai?"

Tiba-tiba suara Ardi menggema di dalam kelas. Suasana yang tadi hening karena mereka fokus ke dalam kata-kata yang tertulis di papan mendadak teralihkan ke arah cowok yang mengangkat satu tangannya dengan wajah tidak santai.

Semua yang ada di dalam menatap horor Ardi yang baru saja mengatakan kalimat itu. Siapa lagi sitersangkanya jika bukan Ardi. Ardi sedang membunuh dirinya sendiri sekarang. Kenapa? Karena mereka sedang belajar. Dan yang mengajar adalah guru kiler yang tidak suka diusik dan diganggu pelajarannya.

Bahkan Juna dan Adam saling lempar pandang saking terkejutnya. Tapi ketika melihat wajah santai Ardi, mereka mendesah. Tahu apa yang di pikirkan temannya itu.

Guru yang sedang serius menerangkan membalikkan tubuhnya. Menarik turun kacamata minusnya lalu menatap tajam Ardi yang tidak merasa takut sama sekali.

"Kamu baru saja mengatakan bahwa pelajaran saya membosankan," tuduh sang Guru.

Ardi menggeleng. "Nggak, kok. Saya cuma tanya, apa pelajarannya masih lama? Soalnya saya kebelet, Bu."

Semua yang ada di dalam kelas menahan napas mendengar kalimat Ardi. Mereka tahu itu hanya alasan saja. Seisi kelas sudah tahu akan ke mana Ardi pergi. Tentu saja gosip soal Ardi yang mengejar Eka sudah terkenal di Sekolah. Dan Ardi berani mengganggu guru Kiler yang sangat tidak suka jika siswanya keluar kelas ketika pelajaran masih berlangsung.

"Tapi kalimatmu barusan mengatakan bahwa kamu bosan dengan pelajaran saya dan ingin keluar," ujarnya, tajam.

"Kok Ibu tahu... Eh?" Ardi membelalak, buru-buru menutup mulutnya sendiri.

Anjer keceplosan. Batin Ardi.

"Kaluar!"

Mendengar nada pengusiran yang tajam itu membuat seisi kelas merinding dan menatap Ardi dengan penuh rasa simpati. Sayangnya, yang diberi rasa empati malah sedang tersenyum begitu lebar.

"Siap laksanakan, Bu," jawab Ardi, semangat.

Ardi berdiri sembari memberikan hormat. Dengan senyum lebar cowok itu keluar tanpa rasa bersalah atau takut sedikit pun. Guru paruh baya itu melongo. Begitu juga dengan teman-teman sekelasnya yang kebingungan. Bagaimana bisa cowok itu tersenyum begitu lebar ketika seorang guru mengusirnya keluar dari kelas.

Bukan Bucin!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang