Disisi lain Renanda dan juga Sean kini sudah sampai di puncak Bogor, keduanya sedang berada di tempat dimana sudah di sediakan tempat untuk disana. Baru saja beberapa detik Renanda duduk, ia sudah mendapatkan telpon dari seseorang.
"Ya, hallo?"
"Gue seneng lo tau diri sekarang,"
Renanda lantas mengerutkan keningnya bingung dengan apa yang di dengarnya baru saja.
"Maksud lo?"
"Gue seneng lo gak ngejar ngejar Angkasa lagi, akhirnya lo tau diri. Lo sepertinya mulai buat gak mencoreng nama baik lo sendiri lagi Renanda, ngejar ngejar Angkasa layaknya orang yang diciptakan tanpa adanya harga diri. Gatau malu,"
"Lo siapa hah?!"
"Tanpa adanya lo, gue itu udah jadi milik Angkasa seutuhnya! Tapi disisi lain gue seneng,"
"Lo siapa sih? Gak punya nama? Ibu lo kehabisan nama sampe gak lo nama hah?"
"Gue Haifa, dan apa yang gue bilang seneng itu adalah."
"Gue seneng karena disisi lain Angkasa selalu belain gue,"
"Lo emang gak sebaik yang gue pikir Fa!"
"Gue harap jangan ganggu hubungan gue sama Angkasa lagi,"
"Hahaha lo tenang aja Fa, gue gak akan ganggu lo berdua ko. Karena si brengsek itu pantes sama lo yang bermuka dua!"
"Yayaya terserah apa kata lo, yang penting disini itu gue gak murahan seperti lo yang ngelakuin segala cara buat dapetin Angkasa."
"Lo sadar gak sih apa yang lo lakuin ini lebih murahan! Dasar gi–"
Sambungan telpon terputus sepihak, Renanda kesal benar benar kesal akan hal yang baru saja di dengarnya.
"Tuhkan bener apa yang gue bilang! Dia itu gak sebaik yang orang orang pikirin!" Ucap Renanda
"Dia emang—"
Sean mendekat lalu menggelengkan kepalanya, "shhh, Re. Udah ya, sabar."
"Gue udah coba buat sabar loh ini, tapi dia kelewatan!"
"Iya gue tau, tapi kan lo—"
"Lo itu gak ngerti Sean, tadi itu gue di injek injek."
"Injek balik lah,"
"Iya juga ya?"
"Iya, injek aja kakinya yang kenceng."
"Boleh tuh, gue bakal injek sampe kakinya patah!"
"Jangan,"
"Kenapa?"
"Gakpapa deng, terserah."
Renanda tersenyum lalu kembali duduk, ia meraih segelas pelastik susu hangat yang tadi di belinya di sebuah warung lalu menyeruputnya. Memang udara dingin pas dengan minuman yang hangat hangat, "sini duduk Sean, ko berdiri gitu?"
Sean tersenyum lalu menggelengkan kepalanya menolak, Renanda lantas menganggukkan kepalanya dan kembali minum. Pemandangn di depannya kini mungkin tepat untuk menemaninya menikmati pikiran yang kini menyelimuti, Sean bersyukur karena ternyata apa yang dilakukannya membuahkan hasil. Namun lagi lagi sekelibat kejadian memenuhi matanya, ia jelas tau dimana tempat yang kini ia lihat. Puncak, ya apa yang dilihatnya itu di puncak dimana tempatnya berada. Sean berbalik lalu menatap gadis yang sebentar lagi akan bicara itu, bicara tentang keinginannya untuk pergi ke kebun teh dan berada di tengah tengahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
D R E A M
Teen FictionMasih tentang hujan dan ia yang tak kunjung datang. I T 'S J U S T D R E A M 🎖️#1 Bogor 🎖️#1 Disappointed 🎖️#1 Relationshit 🎖️#1 Friendshit 🎖️#3 Bandung