Namu 10 : Dia Yang Menghilang Bersama Asa

5.5K 739 245
                                    

***Untuk kalian teman-temanku kupersembahkan, 4.220 kata pelipur lara, sahabat malam yang tanpa cinta, pembunuh waktu yang dilanda hampa. Selamat membaca!

Kebangetan kalau  ada yang ngasih komentar 'next, please!' doank di saat Si Ulet Bayem mengetiknya dengan penuh cinta agar teman-temannya tidak menduga-duga sepanjang masa.***



Seminggu kemudian, Sehun akhirnya bisa tersenyum senang hari itu.

Bukan, bukan karena dia merasa sudah bahagia. Tapi karena dia berhasil mengambil dompet Leeteuk diam-diam.

Katakanlah dia mencuri. Memang benar. Sehun mencurinya. Sengaja, untuk melancarkan misinya hari itu. Saat Leeteuk, Donghae, dan Kyuhyun masih tertidur pulas karena mereka libur, Sehun sudah menjadi penyusup.

Dia keluar rumah saat pintu gerbang dibuka karena beberapa asisten rumah tangga harus pergi berbelanja. Langkahnya dengan pasti menyusuri jalanan Samseong-dong. Begitu tiba di pinggir jalan raya, dengan yakin dia menghentikan taksi.

Awalnya sang pengemudi merasa ragu. Tapi Sehun dengan yakin bilang bahwa dia harus pergi ke bandara. Pengemudi itu pun menyanggupi. Mengantar Sehun hingga ke Incheon. Menerima kartu kredit yang diulurkan Sehun dan menggeseknya dengan nominal sesuai argo.

Sehun memantapkan diri di bandara itu. Dia kira, ayah dan ibunya masih di sana. Tinggal di dalam bangunan itu dan tidak pergi ke mana-mana. Sayangnya, Sehun tidak tahu bahwa bandara itu sangat luas. Terdiri dari beberapa terminal yang membuat langkah mungilnya kelelahan mencari tempat yang sama saat dia terpisah dengan orang tuanya.

Hingga siang hari menyapa, Sehun justru diberitakan sebagai anak yang hilang di bandara itu. Petugas bandara sudah berkali-kali menginformasikan lewat pengeras suara. Tapi tetap tidak ada orang tua yang mendatangi kantor informasi.

Saat semua petugas itu lengah, Sehun memutuskan untuk pergi. Kembali mencari orang tuanya dan berakhir putus asa. Dia menaiki taksi lagi, berniat pulang ke Samseong.

Nahas, segalanya memang harus terjadi. Anak itu baru sadar bahwa dompet Leeteuk lenyap dari tas selempang kecilnya. "Ahjussi, sepertinya dompet Sehun ketinggalan di bandara."

Pria itu terlihat tidak menyenangkan. Matanya melirik lewat spion dalam dan berkata dengan sengit. "Ketinggalan atau kau memang tidak punya uang?"

"Sehun punya, serius. Tapi, di mana dompetnya, ya?"

Sehun bernasib sial. Pria itu juga memiliki masalah hidupnya sendiri. Mendapati penumpang seperti Sehun membuat kemarahannya menyeruak. "Kau ingat di mana rumahmu?"

"Samseong-dong."

"Iya, Samseong-dong luas, Nak. Alamat pastinya."

Sehun menghela napas. Dia baru ingat bahwa dia tidak tahu alamat pasti rumah Leeteuk. "Aku tidak tahu."

Emosi pria itu semakin besar saja. Dia memang mengantarkan Sehun hingga Samseong. Menyelusuri satu per satu jalan hingga argonya membengkak. Tapi Sehun tak kunjung menemukan rumah Leeteuk. "Kau ini bercanda, ya? Kau sangat tidak berguna!"

Taksi itu berhenti di sebuah area perumahan yang Sehun tidak kenali. Walau masih di daerah Samseong-dong, tetap saja Sehun tidak hafal. Daerah perumahan elit itu sangat luas.

"Ahjussi," lirih Sehun saat pintu di sampingnya dibuka dengan kasar.

"Keluar dari taksiku cepat!"

NAMU ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang