Gue benar-benar menemani Mas Gerald untuk ke toko buku—spot favoritnya sejak dulu dari seluruh tempat. Dengan sabar, dia menunggu gue pulang dari sekolah—padahal gue nggak ngapa-ngapain juga di sekolah.Yaa… habis gimana. Terlanjur bohong meskipun itu memang menyusahkan diri gue sendiri.
Seumur-umur, toko buku adalah tempat yang paling membosankan untuk gue. Gue hanya suka wangi buku-buku baru ketika baru masuk ke toko ini. Selebihnya, gue memilih untuk menunggu sambil melihat apa saja yang sekiranya bakal gue baca.
Tapi kayaknya nggak ada.
“Woi, Lang!” Gue kembali menaruh buku resep masakan yang sempat gue sentuh begitu mendengar suara familiar itu. Oh, Ari. “Rajin bener lo, ke sini.”
Tuh kan… orang-orang taunya juga seorang Gilang Ayudia itu pemalas. Apalagi ke tempat keramat gini kan. “Nemenin Mas Gerald.” Lalu gue mulai mencari keberadaan dia yang gue nggak tahu dimana.
“Di rak kitab-kitab noh, dia mah.” Mungkin Ari udah melihat Mas Gerald sebelumnya, tapi nanya aja buat basa-basi.
“Sama siapa lo, Ri?” Orang kayak Ari tuh… kayaknya nggak mungkin aja gitu ke toko buku. Dulu waktu dia kelas sembilan, dia pilih pinjam buku gue ketimbang jalan bentar ke toko buku. Yang sebenarnya adalah koleksi buku Mas Gerald. Gue juga gitu sih.
“Sendiri lah! Sama siapa lagi?!” Iya juga sih. Meskipun teman Ari banyak, kayaknya nggak ada juga yang mau diajak ke toko buku. Nggak mungkin aja Ari ajak saudaranya, karena dia emang nggak punya saudara. “Lo udah kelar belum, cari bukunya?”
Gue memutar mata malas. “Kan gue ke sini cuma nemenin Kakak gue, Bos!”
Ari tertawa yang sepertinya karena dugaan dia kalau gue ke sini karena kemauan diri sendiri tuh nggak mungkin. Memang iya kok. Gue aja rasanya udah mules ngelihat banyak buku. “Temenin gue main yuk!”
“Ngomong aja sana sama Kakak gue. Gue kan kemari diajak dia…” dan gue bersyukur dengan ajakan lo, Ri, seiyanya Mas Gerald benar ngizinin.
Dan Ari benar-benar meminta izin pada kakak sulung gue itu untuk mengajak gue kabur. Mas Gerald sendiri, bukan orang yang posesif-posesif amat sama gue. Dia tau gue independen dan bisa jaga diri. Ya sudah, dia percaya. Akhirnya gue beneran cabut bersama Ari menggunakan motor Supra Ari.
Gerahnya cuaca jam sebelas siang emang cukup mengganggu sih, tapi Ari bisa banget ngajak gue supaya nggak ngerasa bosan dan keki karena diajak panas-panasan. Sampai akhirnya kita berhenti di salah satu sekolah yang mana adalah sekolah SMP gue dan dia.
“Ah anjir, unpredictable juga lo, Ri!” Dengan bercanda, gue menepuk bahunya ketika kita sudah berjalan dari tempat parkir ke halaman sekolah.
Sedari dulu, emang nggak ada hari libur di hari Sabtu buat sekolah ini karena ekskul selalu ada di hari itu. Terutama paskibra yang notabene nggak bisa cuma latihan dua sampai tiga jam, jadi jadwalnya dua hari seminggu—Kamis dan Sabtu.
Akhirnya, gue berlari begitu melihat bapak Pembina kebanggaan gue sedang menghitung jumlah push-up. Senyumnya merekah begitu melihat gue dan Ari.
Gue kagum aja gitu sama dia. Dedikasinya nggak usah dipertanyakan lagi buat passion-nya. Dan lagi, mana mungkin sih, dia lupa sama anak-anak didiknya yang bejibun itu?
“Berdua aja lo! Mau ngasih undangan gue nikah?” tanyanya tanpa basa-basi setelah menyerahkan anak-anak kepada pelatih.
“Ya elah Pak! Gilang aja belom lulus, udah mikirin nikah aja!” balas gue sambil tertawa-tawa sebelum gue berubah menjadi sosok galak nanti di lapangan.
Pak Hayan emang nggak akan minta gue buat melatih, tapi gue siap aja kalau-kalau Ari ngajakin gue melatih.
“Udah deh, lo mau ngapain si di sini. Balik sono! Nggak ada kerjaan banget!”
“Ngelatih ya, Pak?” tawar gue sambil cengengesan.
Pak Hayan menatap gue dengan sorotan nggak setuju tapi dengan candaannya dia. Gue tahu kalau gue sebenarnya sudah diizzinkan, sengaja aja deh kayaknya buat meledek gue.
“Iya udah sono.”
(F/N)
update, update! Hahahah. Dari keseluruhan cerita yang kubuat, bisa jadi gilang-ari adalah pasangan kesukaanku--makanya aku nggak bosen buat update mereka.
Gimana ya... pdkt-annya mereka tuh... biasa banget, nggak kayak tokoh2ku yang lain (bisa jadi). Belum lagi sifat gilang yang perasa tapi nggak kelihatan sama orang lain. Huaaa.
Anw, smoga ngga ada yang keberatan tentang adegan push-up yang dikasih pak hayan, ya. Aku bener2 nggak bermaksud membuat kalian pandang pembina paskibra itu galak--meskipun mungkin itu benar adanya. Hehehe.
Mufmuffffff
Vote comment ya syg.
16/03/'18
YOU ARE READING
Kekaburan Bayang-Bayang
Teen FictionKalau pemikiran kalian tentang SMA sesederhana: punya pacar, senioritas, pembodohan, perpeloncoan. Maka biarkan gue menceritakan banyak hal kalau dunia SMA... nggak 'sebersih' yang kita pikirkan.