#29

2.1K 78 45
                                    

Brazil

"Pukul berapa hingga kau baru pulang sekarang?" tanya seorang pria yang sedang menyilangkan tangan di bawah dada dan dengan satu alis tertarik ke atas, "kenapa baru pulang? Apa lupa jalan kembali ke rumah?"

Aletha terus menulikan pendengarannya dan memilih terus berjalan semakin memasuki rumah. Mengabaikan apa saja yang pria itu ucapkan.

"Jenny, jawab pertanyaan Ayahmu!" tegas pria itu membuat Aletha berhenti lalu membalikkan tubuhnya.

Dengan penglihatan mengabur Aletha tertawa keras-keras. Membuat pria yang berada sedikit jauh di depannya itu mengernyitkan dahi tidak suka.

"Apa kata Anda? Ayah?" Aletha tertawa lagi, "apa saya memiliki ayah seperti Anda?"

Rio. Menatap putrinya dengan tatapan yang sulit diartikan. Antara amarah dan kecewa. Dia marah, karena secara tidak langsung putrinya tidak menganggap dia ayahnya. Dan kecewa, karena mendapatkan pertanyaan seperti itu.

"Apa seorang pria yang lebih mempercayai seorang jalang masih pantas saya sebut Ayah?!" tanya Aletha dengan suara meninggi hingga menyulut amarah Rio. "Apa ada, ayah yang menghukum anaknya sendiri atas perbuatan yang sama sekali tidak dia lakukan?!"

Melihat Rio cuma diam tak bergeming, Aletha jadi tertawa keras-keras. Hingga tawanya menggema ke seluruh penjuru ruangan.

"Apa masih pantas Anda saya sebut ayah, ketika semua mimpi saya Anda tentang?"

"Mimpi apa? Menjadi pembalap jalanan? Iya?!" kini giliran Rio yang tertawa, "apa mimpimu menjadi seorang pembalap jalanan hebat yang meresahkan warga? Mencemari nama baik negara? Mimpi macam apa itu?"

Aletha mendelik membuat matanya seolah mau dia keluarkan dari tempatnya, "jangan campuri mimpi-mimpi saya, atau Anda akan melihat dampaknya nanti."

"Aletha Jennifer Alexander!" seru Rio dengan menyebut lengkap nama Aletha. Ya, bukan Margaretha, tetapi Alexander. Margaretha adalah nama belakang Sheila.

Aletha berdecih. "Itu bukan nama lengkap saya!" tegas Aletha sebelum beranjak pergi.

"Ingat peringatan terakhir?" seruan Rio membuat Aletha lagi-lagi berhenti melangkah.

"Dengar bajingan tua, jangan pernah berharap saya akan meneruskan bisnis Anda itu. Sebanyak apa pun peringatan yang Anda sebutkan bagi saya itu bukan sesuatu yang berarti."

Aletha melangkah pergi dan disusul oleh Rio dengan setengah berlari. Rio mencekal pergelangan tangan Aletha dengan sangat kuat. Dan itu berhasil membangunkan singa betina dari keadaan mabuknya.

"Apa hak Anda menyentuh tangan saya?"

"Aku ayahmu, jika kau lupa!"

"Sudah berapa kali saya katakan, kalau Anda bukanlah ayah saya?!" ujar Aletha sambil mencoba melepaskan cekalan tangan Rio di pergelangan tangannya.

Sudah! Cukup sampai di sini. Rio sudah tidak tahan lagi dengan segala kata yang Aletha ucapkan. Tangan Rio yang bebas terangkat ke udara.

Tamparan keras di pipi Aletha membuat Aletha berhenti meronta dan langsung diam di tempat. Aletha menatap sinis Rio seperti biasanya, lalu dia tertawa keras-keras sekali lagi.  Rasa perih dan panas yang menjalar di pipinya seakan tidak terasa.

"Bahkan setelah ini saya harus mengakui Anda lagi sebagai ayah saya?" tanya Aletha setelah meredam tawanya, "enyahlah kau!"

Cukup sudah kesabaran Rio untuk menghadapi putri keras kepalanya itu. Tangan Rio mencengkeram erat dagu Aletha. Mendongakkan kepala Aletha agar menatapnya terus terang.

alvino✅Where stories live. Discover now