Bagian Empat

3.9K 26 0
                                    

EMPAT

Fitrimasih larut mengerjakan tugas di kantornya. Dia lembur malam ini.Dengan prediket lulusan terbaik di kampusnya, dia dengan mudahmendapat posisi sebagai sebagai staff pembukuan di sebuah perusahaanyang cukup bergengsi di kota Semarang. Tepat dua bulan setelah dia diwisuda. Dengan mata yang sangat lelah, dia masih berteguh hati untukmenatap layar datar komputer yang ada di depannya. Printer berwarnyahitam sudah siap untuk mencetak hasil entridata yang dilakukan oleh Fitri, tapi tampaknya itu masih lama. Karenakerjaan yang sedang dikerjakan Fitri itu masih banyak sekali.

Fitri sudah sangatmengantuk, disempatkannya dia tidur sebentar bersandar di kursinya.Dalam beberapa detik dia sudah tertidur, tampaknya dia sudah lelahsekali. Beberapa saat kemudian dia terbangun, dia teringat kembalikejadian malam itu, kejadian lima tahun yang lalu. Kejadian yangmerenggut kesuciannya. Wajah Sholeh kembali terpampang di antaramatanya yang masih setengah gelap. Dengan segera dia mencuci mukanyadan kembali menyelesaikan pekerjaannya.

Malamini, Sebastian kembali meneguk minuman dengan teman-temannya. Tapikarena sudah terbiasa, mereka belum juga mabuk meskipun sudah banyaksekali Vodkayang masuk di dimulutnya. Beberapa pil tampak berserakan di atasmeja.

"Hei Bas, akuingin bertanya dua hal sama kamu?" tanya Toni yang kini sedangmemegang gelas bening.

"Mautanya opokowe Ton?"jawab Sebastian.

"Kenapakamu sudah nggak mau lagi datang ke klub dan satu lagi, kenapa kamugak pernah mau main ngos-ngosansama cewek?"

"Main gituan? Ahnggak ah, takut aids."

"Kanbisa pake pengaman man."

"Walah...males."

"Jangan-jangandia...?"

"Banci..."teriak semuanya.

"Gundulmu,"bentak Sebastian. Sambil njendulkepala temennya satu per satu.

"Oh aku tahu nihbro..." ucap Januari

"Tahu apa?"ucap Sebastian malas.

"Ibasini takut dosa, bukan takut aids, maklum lah bro, dia dulu pernahmondok sebentar. Tapi dikeluarkan gara-gara sering nyerobotdangak pernah ikut ngaji. Iya toh..."

"Dosa?ha...ha...ha..., mondok? Mana ada mantan santri mabuk?ha..ha...ha..." sahut Kelana. Cowok yang pendiam itu tampaknya jugasudah mulai mabuk, sama seperti Januari. Tertawanya paling keras diantara yang lainnya.

"Sok tahu kamu,tahu dari mana?" tanya Sebastian.

"Ya tahu lah,"Januari membalas singkat. Dia sudah semakin mabuk.

"Apa kamu masihperjaka? Jujur saja sama aku, kita kan sudah lima tahun berteman,"tanya Toni yang masih tersadar.

"Masih!"

"Waduh aku nggakpercaya nih," ucap Toni yang semakin serius. Yang lainnya tampaksudah mabuk. Terutama Topan yang tampak seperti orang mati.

"Beneran,"jawabIbas lagi.

"Wahaneh nih, nggak setia kawan nih. Gak mau temeni kita-kita di nerakanih? Katanya frendforever"

"Ngawur kamu."

"Beneran kamumasih perjaka?"

"Hih..taksawatbotol kamu nanti, dibilangin nggak percaya."

"Bukan gitu bro,tapi aku pingin tahu sebabnya nih, apa tak ada gadis yang mau maindenganmu? Aku carikan bro. Banyak."

"Gundulmu."

Waktu Tak Pernah Menyembuhkan LukaWhere stories live. Discover now