Empat Belas

46 4 0
                                    

Sudah berhari-hari Dera menghindari Fandi. Tapi tetap saja, dalam hati terdalam ia rindu mengganggu Fandi. Dalam lubuk terdalamnya, ia juga takut kehilangan satu-satunya sahabatnya itu. Walau Fandi lelaki yang sangat dingin, tapi Fandi adalah lelaki yang mengerti Dera selain Rizki, kakaknya.

Dera mengambil sebuah novel dari rak bukunya. Novel bercover seorang wanita dengan payung dan rintik hujan. Novel yang menemaninya sedari ia masih berstatus pelajar SMP.  Ia membuka lembar pertamanya, dan sebuah foto terpampang. Foto seorang wanita dan lelaki yang berdiri bersampingan, seorang lelaki dengan jas hitam dan wanita dengan dress merah muda. Najmi, nama seorang temannya yang pernah ia jatuhi hati. Ia ingat bagaimana masa SMP nya selalu bersama Fandi, Najmi dan Dea. Namun, harus terhenti kisah pertemanannya ketika rasa diam-diam hadir dalam diri Dera. Lalu Najmi tahu dan akhirnya Najmi memutuskan pertemanan dengan Dera.

Ya, sejak kejadian itu Dera selalu berusaha menyimpan rapat rasa yang ada dalam dirinya, juga menepis rasa itu. Ia tidak ingin kehilangan lagi. Dea harus melanjutkan sekolahnya di pulau seberang dan kini sisa Fandi satu-satunya teman yang tersisa. Dan Dera telah berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak jatuh hati kepada Fandi.

Tok tok tok

Suara ketokan dari luar pintu membuat Dera sedikit terkejut dan membuyarkan lamunannya. "Sebentar."

Dera membuka pintu dan didapatinya kakaknya sedang mematung di depan pintu kamarnya.

"Mas Kiki? Ngapain? Tumben ngetuk kamar Dera?"

"Guwe lagi pengen ngeliat langit dari balkon. Minggir!"

Rizki nyelonong masuk ke dalam kamar Dera dan langsung membuka jendela besar kamar Dera. Ia duduk lalu menatap langit dengan dalam.

"Bau-bau orang galau nih." Ucap Dera seraya melangkahkan kaki ke arah kakaknya.

"Diem luh!"

Dera duduk disamping Rizki. Menatap kakaknya lekat. Wajah Rizki yang terlihat garang mendadak sedikit sayu malam ini. "Kenapa Mas Ki?"

"Eluh masih bocah belum saatnya tahu."

Dera selalu benci dengan kata bocah. Tiga bulan lagi usianya menginjak angka delapan belas, tapi tetap saja orang-orang disekitarnya memanggil dia bocah.

"Mas Kiki! Dera udah besar bukan bocah!" teriak Dera tepat di dekat telinga Rizki.

"Berisik banget sih Der!"

"Mangkanya cerita sama Dera." Dera mengambil posisi yang nyaman lalu mencoba membuka telinganya lebar-lebar. Ini adalah kali kedua melihat kakaknya sedih, kali pertama ia melihat kakaknya sedih karena kakaknya gagal mendapatkan medali emas ketika kejuaraan nasional Karate.

"Luh inget sama Citra gak?"

Dera mencoba mengingat nama Citra. "Oh Mbak Citra? Sahabatnya mas Kiki pas SMA kan yaa?"

"Hmmm. Dia besok mau kesini"

"Wah bagus dong! Tumben? Udah pulang dari Bogor?"

"Iya besok dia memberikan kabar duka buat guwe. "

Dera kembali melihat tekukan raut muka kakaknya. Ia seperti melihat aura kesedihan yang mendalam lagi. Harusnya Rizki bangga kan bisa dikunjungi sahabatnya. Seinget Dera, terakhir wanita bernama Citra mengunjungi kakaknya saat liburan semester genap kemarin. Sudah hampir hampir satu tahun berlalu.

"Kabar duka?" tanya Dera penasaran.

"Ah ntar juga luh tau sendiri." Rizki memandang langit yang terlihat murung sama seperti dirinya. Tak ada bebintangan ataupun bulan.

"Eh Der, tumben guwe gak ngeliat eluh jalan sama Fandi? Biasanya kalau guwe gak bisa njemput luh, eluh bareng sama Fandi. Tapi kenapa kemarin eluh malah milih sama pak Yanto?" Fandi memberondong pertanyaan yang membuat Dera malas menanggapi.

Dera masih diam mengacuhkan kakaknya.

"Oh jadi adiknya Rizki Aprilia Adhira Wirata ini sekarang sukanya sama om-om?" goda Rizki.

"Mas Kiki!!!" Dera berdecak pinggang. "Guwe gak suka om-om!!" ia menghela nafas lalu kembali membuka mulutnya dan bersuara. "Udah deh gak usah ngomongin Fandi!"

Rizki tertawa melihat wajah adiknya yang selalu terlihat menggemaskan ketika sedang marah. Ia lalu bangkit dan meninggalkan Dera. Keluar dari kamar Dera dan menutup pintunya. Sedang Dera, hanya diam. Menikmati angin malam memenuhi rongga dadanya.

Separuh AkuDonde viven las historias. Descúbrelo ahora