Gadis dalam balutan sutera putih

17 3 2
                                    

"Sayang, bukannya kau pindah hari ini?" Teriak seorang wanita dari ruang belakang rumahku.

"Sebentar ibu, aku sedang mengemasi barang-barangku," timpalku menjawab ibu yang sedari tadi sibuk di dapur.

Setelah semuanya siap aku turun dari kamarku, memakai pakaian seadanya. Aku memang hanyalah pemuda biasa, aku tak suka memakai pakaian yang menyulitkanku hanya sebuah kaos oblong dibalut kemeja kotak-kota mirip kampanye salah satu cawagub jakarta dulu.

"Kau pake itu?" cengir ibuku sambil menunjuk pakaianku.

"Udahlah bu, aku gapunya banyak waktu pilih-pilih baju," jawabku seraya meraih tangan ibuku lalu menciumnya.

"Anton berangkat dulu bu, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Aku berjalan sambil menarik koper berisi barang-barangku. Berjalan keluar rumah dimana paman Ardi menyambutku dengan pintu mobil sedan berwarna hitam mengkilat terbuka.

"Sudah semua?" senyum hangat pamanku membuatku sedikit tenang.

Namun beberapa saat, aku melihat sesosok bayangan putih didalam kaca mobil. Rambutnya panjang dengan gaun serupa sutra hampir transparan menghiasi kulit pucatnya.

"Malah bengong, ayo masuk kita berangkat," ajak paman membuyarkan lamunanku.

Setelah masuk kedalam mobil, sosok itu makin terlihat jelas. Duduk di kursi depan samping pamanku. Hawa dingin makin terasa ketika aku memandangnya dari dekat, hanya rambut lurus yang tertata rapi menjulur dari ujung kepalanya hingga pinggulnya.

Hawa dingin itu bukan berasal dari ac, karena yang kutahu ketika mobil dimatikan ac akan ikut mati, dan kurasa mobil ini berhenti lama di depan rumahku menungguku untuk turun.

Pamanku masuk kemobil, diselempangkannya sabuk pengaman dari kursinya. Tak lupa dia mengingatkanku untuk memasangnya juga.

Setelah melambaikan tangan kepada ibuku, yang kini hanya tinggal bertiga bersama ayah dan adikku. Akhirnya kami berangkat, perjalanan dari surabaya ke sidoarjo memakan waktu tak begitu lama.

Dalam perjalanan itu suasana nampak hening, seseorang di depanku tak juga mengeluarkan suara, hanya paman yang sesekali menanyakan bagaimana sekolahku dulu dan sebagainya. Aku memutuskan pindah ke daerah sebelah kota surabaya bukan karena apa, aku jenuh dengan hiruk pikuk perkotaan yang itu-itu saja, akhirnya aku memutuskan untuk mengambil kuliah di salah satu universitas di sidoarjo. Walau tak terlalu terkenal setidaknya bisa membuatku meneruskan hobi editingku.

Kami tiba, di sebuah rumah di penghujung desa. Dimana sisi kiri dan kanan masih tak terlalu banyak rumah, bahkan sesekali aku mencium bau gas yang menyengat kabarnya dari semburan lumpur lapindo.

Turun dari mobil, paman membuka pintu depan mobil. Sesosok yang sedari tadi menarik perhatianku turun perlahan, seorang gadis seusiaku. Wajahnya nampak menawan untuk seorang gadis muda, wajahnya yang putih bersih dihiasi sebuah tahi lalat berukuran mini di bawah matanya.

Wajahnya datar, seolah menceritakan banyak hal bersamanya. Pakaianya hanya sebuah kain putih bergelombang berbentuk seperti gaun pada gadis-gadis eropa di abad pertengahan.

Tingginya bahkan tak sampai pundakku, menurutku dia hanyalah wanita lugu bin polos. 

"Oiya perkenalkan, ini Sella," ucap pamanku seraya mengangkat tangan putrinya itu untuk menjabat tanganku.

Tangannya benar-benar dingin ketika kulitnya yang pucat itu bersentuhan denganku.

Sepersekian detik, setelah sentuhan itu berakhir. Sebuah kepala berukuran dua kali lebih besar dari ukuran normal tertangkap pupil mataku, kepala itu melotot, dengan taring-taring dihiasi darah segar menetes. Separuh dari bagian atasnya telah terbelah dan keluar dari dalamnya belatung-belatung seukuran biji buah salak. Lehernya nampak terpenggal kasar, menyisakan bagian-bagian selang tenggorokan yang terlihat menggantung.

Tatapan matanya seolah mengatakan untuk menjauh dari gadis ini. Pun, aku tak mampu mempertahankan kesadaranku.

Hal yang terakhir kulihat hanyalah tatapan datar gadis dalam balutan sutera putih yang baru saja kukenal.

Woman Who Loved By DarkWhere stories live. Discover now