Dia yang suka jahil dalam bunga tidurmu

9 2 0
                                    

Mengetahui bahwa sosok di depanku ini bukanlah pamanku, dengan seluruh tenaga tersisa yang kupunya. Kukerahkan, melemparkan tubuh bagian depanku kearah sosok itu.

Tak elak, tubuh kami berhantaman. Sosok aneh tanpa wajah dan kepala polos, memakai jas hitam dan tangan-tangan melebihi manusia normal. "Aduh..." seluruh badanku terasa sakit.

Aku tak membiarkan langkahku terdiam hanya karena perasaan heran, ketika tubuh kami bertabrakan sosok itu menghilang. Digantikannya tubuhku harus mendarat keras di lantai yang berlapis ubin dingin ini.

Tak pikir panjang, aku berdiri dan mulai berlari seolah nyawaku menjadi taruhannya.

"Apa-apaan rumah ini," pekikku, berlari sekuat tenaga namun yang berhasil kurekam dalam pandanganku hanya lorong tanpa jendela bercahayakan lampu bohlam di tiap sudut tembok.

Setitik cahaya nampak menyembul diujung lorong, namun seakan tak bergerak aku berlari namun ukurannya tak berubah daritadi. Kurasa aku hanya berlari di tempat, ataukah lorong ini hanya ilusi?. Tak henti-hentinya kepalaku mempertanyakan keadaan mencekam ini.

Suara-suara jeritan sedari tadi mengiang di kepala, teriakan minta tolong, erangan bahkan suara seseorang yang tercekat karena tercekik.

Air mataku mulai mengalir, keringat dingin tak henti-hentinya ikut membasahi sebagian tubuhku. Aku ketakutan, tapi yang aku bisa lakukan hanya berlari.

"Sampai kapan lorong ini berakhir," teriakku, tangan-tangan yang kujumpai diruangan tadi kini merambat dengan cepat, mencoba meraihku dari sisi tembok-tembok yang berjarak tak lebih dari satu meter disamping kiri dan kananku.

"Tolooong!" teriakku. Berharap seseorang mendengar jeritan keputus asaanku. Namun yang terjadi, mulutku hanya terbuka tak keluar suara apapun.

Langkahku mulai berat, kaki-kakiku seakan tak mau menurutiku, mereka terdiam. Kini aku merasa pandanganku mulai gelap. Aku seperti tersedot dalam lautan luas, dipenuhi kegelapan.

Aku tak bisa bernafas, tak henti-hentinya mulutku bergerak meminta tolong. Tubuhku mulai lemas. Kucoba gerakkan sebagian jariku, mereka tak mau, seakan menolak ajakan otakku untuk bergerak.

"Tuhan, jika kau memang ada, tolonglah hambamu ini," pintaku, kubisikkan perlahan dalam hati.

"Hah...hah...hah..." akhirnya aku bisa bernafas lagi.

Kulihat paman dan Sella berada di sebelahku, mereka menatapku terheran. Seluruh tubuhku basah oleh keringat, pipiku lembab oleh cairan yang keluar dari mataku.

"Ketindihan?" sella berbisik perlahan, suaranya semenawan wajahnya. Suara itu mulai menenangkan batinku.

Aku memperhatikan sekitarku, berada disebuah ruang tamu besar dengan lampu ornament berjajar diatas kepalaku. Aku tertidur diatas sofa, kurasa paman menggendongku ketika aku pingsan tadi. Sekali lagi kucoba meraba apapun yang dapat terlihat mataku, tak ada lorong, lemari berhias kaca ataupun lampu bohlam diujung tembok. Hanya ada lemari kaca dengan berbagai ornament koleksi paman, serta meja ukiran dari kayu jati. Sebuah televise di tembok, dan beberapa hiasan diruangan ini berupa vas dan ukiran.

Aku menatap lagi wajah gadis itu, aku tak paham ketindihan yang dia ucap. Dia tersenyum ringan padaku. Matanya berbinar tatkala memperlihatkan pemandangan indah memanja mata itu.

"Arep-arep, kadang mereka suka jail" iamengangguk lucu.

Woman Who Loved By DarkWhere stories live. Discover now