Pria kecil berambut botak

6 2 0
                                    

2 minggu sudah, menetap di sebuah rumah arsitektur modern di tengah penataran sawah. Tetangga pamanku bahkan bisa di hitung dengan jari, walau begitu kawasan desa ini lumayan lengkap ada warkop, warung serta kios berjualan sayur yang ramai di pagi hari.

Dengan niat menghirup aroma pedesaan yang kental, sejuk nan asri pagi itu aku mencoba berlari ringan sekitar rumah paman. Senyumku ketika berjumpa pada para petani yang memikul cangkul berjalan kearahku, balas senyum mereka lebih hangat daripada pandangan sinis orang kota ketika berjumpa.

Kurasa putusanku tepat ketika memilih tempat ini sebagai singgahan ketika aku menuntut ilmu. Kuistirahatkan diriku sejenak, tepat diseberang jalanan yang di lapisi paving, (batu bata putih yang biasa di gunakan sebagai lapisan jalan desa) terlihat sekumpulan ibu-ibu di kios sayur yang kuceritakan tadi.

Aku mendekat berusaha untuk sekedar saling bertegur sapa.

"Eh masnya ganteng," bisik ibu-ibu, aku mulai dengan melemparkan senyuman seikhlas yang kubisa pada mereka.

"Masnya, tinggal dirumah pak Ardi yah," ucap seorang ibu berumur sekitar 30 tahunan, rambutnya keriting dan tak teratur, mengenakan daster bunga-bunga.

"Ah... iya bu," jawabku sungkan.

"Anu yah mas, ati-ati loh...anaknya pak Ardi si Sella itu kena kutukan," ucap seorang lainnya yang lebih tua dari ibu tadi.

Ibu-ibu lainya mengangguk, ada yang berbisik perlahan. Namun satu hal yang membuatku tertarik adalah seorang anak kecil, berumur sekitar tiga tahun lebih. Kepalanya botak, memakai bedak yang hampir menutupi seluruh tubuhnya, bahkan terlihat dibawah matanya eyeshadow hitam membuatnya seperti seorang deddy cobuzier mini. Dengan masih memakai popok, dia menyedot jempolnya dengan mulut.

"Mas...eeeh malah ngelamun," ujar ibu tadi membuyarkan lamunanku.

"Eh iya bu," jawabku.

"Yang jelas, masnya hati-hati kalau terjadi apa-apa ada pak mudin, penjaga musolah rt sini, nanti panggil dia aja," kata ibu tadi member saran.

"Anu bu, itu anak siapa yah, lucu banget," tanyaku sambil menunjuk lokasi anak kecil tadi.

"Anak siapa?...daritadi ibu-ibu sini gada yang bawa anak," tanyanya heran.

"Lah tadi saya..." aku tak meneruskan kata-kataku, penglihatanku tadi membuatku teringat kepala raksasa yang membuatku pingsan saat awal berada disini.

"Yasudah bu saya pamit mau lari-lari lagi," aku berpamitan, dengan mencoba menepiskan apa yang barusaja aku lihat aku mencoba meninggalkan tempat itu.

Sesampainya di depan rumah pamanku, kulihat Sella sedang berbincang dengan sesuatu. Wajahnya nampak berbinar tatkala mulut mungilnya komat-kamit sambil duduk di depan tangga depan rumah.

Dia menoleh kearahku, melemparkan senyum manisnya yang sekali lagi membuatku terkesima. Setelah itu dia berdiri membalikkan badan, kemudian berlalu masuk kedalam rumah.

Aku pun mengikutinya, kulepas sepatuku kaus kaki kemudian beranjak naik kearah rumah.

"Hai kak anton,"

Aku mendengar suara anak kecil laki-laki, dengan suara imut dan terlihat polos. Namun ketika aku menoleh kebelakang, tak ada siapapun. Padahal dengan jelas suara itu mengalun lembut di telingaku.

Woman Who Loved By DarkWhere stories live. Discover now