Wattpad Original
Es gibt 3 weitere kostenlose Teile

2. Bintang di Langit

33.2K 3.2K 134
                                    

"Mak, kenapa kita nggak pulang ke rumah Nenek aja?" Kania kecil bertanya. Gadis kurus dengan pakaian dekil dan rambut kusut yang diikat karet gelang itu membetulkan tali ransel yang sempat meleset dari bahunya yang terlalu tipis.

Ibunya mendengkus. "Lo mau makan apa kalo kita pulang ke rumah Nenek? Emang Nenek juga enggak perlu dikasih makan?" Dia balik bertanya sinis.

Kania mengerucutkan bibirnya yang mungil. "Emangnya kita enggak bisa makan kalau di rumah Nenek?" tanyanya lagi.

Ibunya hanya menghela napas jengkel dan menggandeng lengannya dengan erat untuk menyeberang jalan.

Daerah padat Cipinang Besar Utara di Jakarta Timur, dengan posisi cukup strategis karena memiliki akses hampir ke semua wilayah, merupakan satu bagian kota yang bisa dibilang tidak pernah tidur. Karena sangat padat, wilayah yang sering disebut Prumpung itu bisa dikategorikan sebagai kawasan kumuh, dengan berbagai tipe penduduk yang tinggal di dalamnya.

Prumpung Sawah RT 15 RW 04 adalah sebuah gang di wilayah tersebut, dengan rumah yang satu sama lainnya saling tumpang tindih. Ke situlah Kania dan ibunya menuju, ke sebuah kamar kontrakan yang bobrok berukuran 3x3. Dindingnya terbuat dari tripleks dan atap seng yang panas luar biasa. Tidak ada toilet atau WC di situ, yang ada hanya MCK untuk dipakai bersama, dan berbayar. Sekali lagi Kania menghela napas. Dia benci tempat ini!

Seorang laki-laki bertelanjang dada, dengan bau badan yang luar biasa, terlihat menggeliat di pojok ruangan saat pintu dibuka. Kania langsung merengut. Pria itu adalah 'gendak' ibunya. Laki-laki berstatus pasangan itu faktanya cuma parasit yang mengisap darah ibunya dari hasil melacur. Sudah bau, jorok, kejam, pemalas pula. Kania benar-benar membencinya.

"Eh, udah pulang, Neng?" Pria itu bertanya sambil menguap lebar-lebar.

Ibu Kania mengangguk, lalu meletakkan bawaannya di satu sisi dinding. Maman, pria gendaknya, melihat kepada Kania dan mendecih sebal.

"Ngapain lo bawa tuh bocah? Bikin repot aja!" gerutunya.

Nengsih, ibu Kania, menoleh kepada putrinya. "Kapan Nia pernah ngerepotin?" tanyanya sebal.

Maman memelotot kepadanya. "Enggak usah sok bantah, deh. Ya terang ngerepotinlah, nambah-nambahin sempit nih rumah, nambahin orang yang mesti dikasih makan," jawabnya ketus. Dia meraih bungkus rokoknya, lalu menggerutu saat tidak menemukan sebatang rokok pun di dalamnya.

"Eh, Bocah, lo jalan ke warung Mbak Yati, gih, ambilin Samsu 'atu," perintahnya kepada Kania.

Kania pura-pura tidak mendengar. Dia malah duduk, bersandar di ranselnya, lalu dengan marah menatap ibunya. "Mak, laper," keluhnya.

Nengsih mengulurkan tangan untuk mencubitnya, membuat Kania meringis kesakitan.

"Rewel lo!" omelnya. Dia tahu kalau sebentar lagi Maman akan mengamuk karena putrinya sudah bersikap membangkang, jadi terpaksa Nengsih mengambil tindakan lebih dulu sebelum Kania semakin membangkang.

"Ah ... Maaakk!"

"Diem! Sana mandi dulu, buruan!" perintahnya.

Sambil menggerutu, Kania membuka ranselnya, lalu mengambil pakaian ganti. Setelahnya, dia bangkit dan langsung menadahkan tangan pada ibunya.

"Mana?" tanyanya.

Ibunya merogoh kantong dan meletakkan sekeping uang lima ratus rupiah di tangannya, tapi Kania merengut.

"Nia mau e'ek juga, Mak," sungutnya.

Ibunya mengomel pelan sambil menambahkan sekeping uang lima ratus rupiah lagi. Sempat terdengar oleh Kania ocehan pelan Maman, sebelum dia melangkah menuju MCK yang terletak di sebelah bedeng kontrakan.

His Darkest SideWo Geschichten leben. Entdecke jetzt