Wattpad Original
Mayroong 2 pang mga libreng parte

3. Yang Tak Terjelaskan

25.3K 3.1K 109
                                    

Theo memasuki ruang tamu sambil menenteng sebuah kotak besar di tangannya. Awalnya dia ingin langsung ke kamar, tapi suara percakapan yang terdengar dari arah ruang keluarga membuat dia mengalihkan langkah. Di depan pintu yang separuh terbuka, dia berhenti dan mendengarkan.

"Apa ada yang salah, Gail? Apa sikapku yang membuat Adek begitu? Aku betulan bingung, lho." Suara Revan, ayahnya, terdengar frustrasi.

Terdengar tawa Gail, bundanya. "Enggaklah, Mas Revan. Mas sudah melakukan yang terbaik untuk Adek, kok. Tapi setiap orang itu punya keunikan sejak mereka lahir, dan Adek cuma belum tahu aja cara mengekspresikan perasaannya. Sabar, ya, Mas Revan."

Terdengar helaan napas Revan. "Entahlah, Gail. Kadang aku sedih melihat tatapannya padaku. Seperti ada rasa tidak suka, sampai aku merasa kalau—"

"Ssstt ... Mas Revan. Enggak usah terlalu sensi gitu. Anak laki-laki biasanya bersaing dengan ayahnya untuk mendapatkan perhatian ibunya. Wajar, kok."

"Hmm, mudah-mudahan itu memang sikap yang wajar, Gail. Aku sayang banget sama Adek. Aku enggak mau dia membenci aku karena berpikir ...."

"Berpikir apa, Mas Revan?"

Untuk beberapa saat sepi, lalu terdengar suara Revan yang seperti tercekat. "Entahlah, Gail. Terkadang, saat tatapannya menjauh, aku berpikir, apa dia ...."

"Mas Revan, Adek sayang sama Mas Revan. Itu saja yang harus Mas tahu. Tidak usah berpikir terlalu banyak."

Untuk beberapa saat Theo tercenung, sebelum kemudian dia berbalik dan melangkah ke kamarnya. Diletakkannya kotak yang dia bawa ke samping ranjang, lalu dia duduk di lantai. Kepala mungilnya mulai bergoyang-goyang. Untuk beberapa saat dia terhanyut dalam renungannya sendiri.

Kenapa ayahnya sedih? Lalu, kenapa bundanya menghibur sang ayah? Dia sayang ayahnya, tapi tiap kali melihat beliau sedang bersama dengan sang bunda, selalu ada rasa tidak nyaman. Bunda adalah miliknya. Dia tidak suka jika miliknya diusik orang lain, sekalipun oleh ayahnya. Dia tidak tahu apakah pikirannya salah, yang jelas dia hanya tidak suka. Itu saja.

Diambilnya kotak besar yang tadi dia bawa, lalu dia buka. Seekor anak kucing menatap ke arahnya dengan riang.

"Halo, kucing panas*?" tanyanya. Matanya terarah ke tempat lain, selain pada kucingnya. (*Halo, kucing kepanasan?)

Anak kucing itu mengeong. Dengan hati-hati Theo meletakkan kotak bekal berisi irisan ikan salmon yang tadi tidak dia makan di depan makhluk lucu itu, lalu mendorong kotak itu ke kolong ranjang, menutupinya dengan buku yang disusun rapi menyerupai barikade.

Setelah yakin kalau kucing itu sudah aman, perhatian Theo teralih pada barisan rapi figur aksi miliknya di atas rak mainan. Dia menghampiri rak, lalu tangan mungilnya mulai menyusun barisan mainan itu sampai terlupa pada perasaan tidak nyaman yang timbul akibat mendengar kesedihan sang ayah.

***

Rasanya ada yang aneh di sini, tapi Theo tidak tahu apa. Dia merasa ada sesuatu pada wanita yang tadi ditemuinya di lift. Sesuatu yang gelap dan sedikit misterius, tapi membuatnya penasaran.

Dengan berat dia menghela napas. Kenapa dia harus merasa penasaran? Dia tidak kenal wanita itu, kan?

Tapi, matanya yang bulat mirip dengan mata Kucing Kecil, nama kucing yang dia pelihara. Hidungnya yang suka berkerut juga mirip.

Theo menggeleng keras, berusaha menghilangkan perasaan aneh yang timbul, sekaligus mengusir bayangan wanita itu. Perempuan itu bukan kucing, dia manusia. Sekalipun matanya betul-betul mirip kucing kecilnya.

His Darkest SideTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon