03. Bercak Luka

178 114 80
                                    

Semburat mentari pagi menerawang dengan indahnya, langit biru pun tak kalah banding pesonanya. Angin membelai mesra pepohonan dan dedaunan, hingga menyisakan titik-titik embun. Elisa berjalan dengan santainya menuju jalan raya. Jalanan masih tampak lenggang, hanya ada beberapa kendaraan yang berlalu lalang. Dari rumah Lisa hingga jalan raya membutuhkan waktu tujuh menit untuk sampai disan dengan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan Lisa hanya berkutat dengan buku-nya , halaman demi halaman ia baca, tiba-tiba...

Tuuuut.

Hampir saja Lisa tertabrak oleh angkot yang melintas di depannya.

"Sekolah neng?" Tegur sopir angkot yang melintas di depannya.

"Eh. Anu- iya Pak," Jawab Lisa sedikit gugup.

"Ayo naik."

Lisa masuk kedalam angkot, lalu duduk di kursi pintu masuk. Di depan Lisa, seorang ibu hamil tua yang hendak pergi kepasar. Di samping kanannya dua orang perempuan memakai seragam SMP. Hening tak ada sepatah kata pun diantara mereka hanya kesibukan masing-masing yang mereka kerjakan.

* * *

Lisa menatap penuh bahagia ketila melihat gedung sekolah tempat ia menuntut ilmu. Tanpa ia sadari sebuah motor kawasaki berwarna merah menyenggol lengan Lisa sehingga ia terjatuh. Motor itu terus berlalu ketempat parkiran, dengan rasa sakit Lisa mencoba berdiri dam segera menghampiri pengendara motor tersebut. Pengendara motor itu masih memakai helm-nya, sehingga Lisa tidak tau siapa pemilik motor itu.

" Hei! Bisa bawa motor nggak sih. Liat gara-gara lo tangan gue jadi gini." Timpal Lisa dengan suara meninggi sambil menunjukkan tanganya yang terluka itu.

Cowok itu hanya diam, ia melipat kedua tangannya di dada.

"Lho, kok diem. Minta maaf atau--- obati kek."

Cowok itu membuka helm yang masih terpakai diatas kepalanya. Betapa terkejutnya Lisa l
Ketika melihat siapa ia sebenarnya.

"Cakka." Ujarnya spontan.

Cakka memegang tangan Lisa yang terluka, tak sampai lima detik dilepaskannya kembali. "Alay lo! Itu belum seberapanya," Jawab Cakka seraya pergi meninggalkan Lisa yang masih mematung di parkiran.

* * *

Jam pelajaran hari ini sengaja di percepat, karna akan diadakan pentas seni yang akan di adakan di sekolah.

"Lis pulang bareng yuk," Ajak Desi.

"Des, maaf ya. Gue nggak bisa pulang bareng, soalnya proposalnya belum siap." Jawabnya yang masih mengetik proposal setengah jadi.

"Iya udah deh, gue pulang duluan aja ya." Pamit Desi.

* * *

Sebelum pulang kerumah, Lisa terlebih dahulu mampir ke pk 'peduli kasih'. Yangana pk hanya di tempati oleh anak-anak yang bernasip kurang baik. Di pk Lisa lebih akrab dengan Sarah, gadis manis berusia tujuh tahun yang mengidap penyakit tuna netra dari lahir. Mereka bermain sesuka hati, mulai dari menyusun balok menjadi rumah-rumahan, main masak-masakan sampai bermain bola kaki. Tak terasa hari mulai gelap disertai cuaca mendung. Lisa segera pulang.

Di sebuah gang yamg sepi dan sempit, terdengar suara keributan, awal mulanya Lisa takut untuk mencari keberadaan suara tersebut, dengan rasa penasaran Lisa mencarinya. Terlihat jelas dimatanya, ada tiga orang cowok, lebih tepatnya mereka berkelahi. Dua lawan satu.

Rintikan hujan mulai membasahi seragam putih abu-abu milik Lisa. Matanya tidak jelas melihat siapa cowok yang dihajar oleh dua orang itu, ia maju beberapa langkah kecil agar dapat melihat siapa cowok itu.

ElkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang