Keputusan Sarah - Alyra Una

99 5 1
                                    

"Eh, lihat, tuh! Sarah lewat!"

Sekumpulan ibu-ibu segera menepi. Sarah—perempuan berhijab itu tersenyum sekilas, dan ibu-ibu membalasnya dengan anggukan kepala.

"Heran, ya ... udah 37 tahun, masih aja belum nikah," ujar seseorang.

"Iya, sudah besar begitu masih ngerepotin orang tua," sergah yang lain.

"Padahal cantik, ya!"

"Justru itu!" kata ibu-ibu pertama, "Jangan-jangan dia sengaja nggak nikah karena ...."

Ibu-ibu lain segera menganga, teringat sesuatu.

"Katanya sih, lebih enak jadi simpanan daripada istri orang. Kalau dipiara, duit lebih lancar. Plus nggak usah urus rumah dan anak. Cukup ongkang-ongkang kaki, duit datang."

Ibu-ibu segera ber-oh ria.

"Ah, iya! Sekarang kan lagi musim PELAKOR, tuh! Hati-hati suami, Bu! Jangan-jangan ntar direbut sama Sarah!"

"Iya, betul! Iiih, heran, ya ... cantik-cantik jadi simpanan orang!"

Dan demikianlah, gosip itu menyebar ... bersama gosip-gosip lain yang tak kalah sadisnya.

***

Sarah mencoba bertahan. Tetangga dan siapapun tidak pernah memberi keluarganya makan. Jadi, apa hak mereka menentukan hidupnya?

Tapi lama kelamaan, gosip semakin santer. Kali ini, bahkan ada gosip yang mengatakan Sarah ke dukun untuk pasang susuk.

"Pantas cantik, ya. Habis pasang susuk, sih."

"Nggak menduga, deh. Padahal kelihatannya alim gitu."

Sore itu, Sarah melihat ibunya menangis. Saat itulah, hatinya mulai terketuk. Walau ibu tidak mengatakan apapun, Sarah tahu ... ibunya mulai memikirkan kata-kata tetangga.

***

Hari itu, Sarah ke dokter karena sakit kepala. Gosip pun berembus lagi. Kali ini, orang-orang mengatakan kalau dia ke klinik untuk aborsi.

"Pasti anak dari yang miara dia, tuh," komentar seorang ibu.

Demi Allah! Mengapa orang-orang itu begitu kejam?

Sarah menangis di bawah pohon. Saat itu, seorang laki-laki mengamat-amatinya dari kejauhan.

***

Nama laki-laki itu Rudi. Rudi adalah suami dari Tia-teman Sarah. Sudah lama, Rudi menaruh hati pada Sarah.

"Tia menyuruh saya untuk menikahi Sarah," kata Rudi lembut, "Itu pesan terakhirnya, sebelum ia meninggal."

Perkataan ini membuat Sarah dan kedua orang tuanya terkejut. Kedatangan Rudi terlalu mendadak. Lamaran ini juga disampaikan terlalu mendadak.

"Begini, Nak Rudi," Ibu yang kini menjawab, "Kami sebagai orang tua hanya bisa menyerahkan keputusan ini kepada Sarah ...."

"Saya bersedia, Bu," kata Sarah mantap. Dalam hatinya bersyukur, mungkin ini jawaban Tuhan atas doanya selama ini. Jika Sarah menikahi Rudi, tetangga tidak akan menggosipkannya lagi. Dan orang tuanya tidak akan bersedih.

Toh, menikah memang merupakan ibadah, kan.

***

Sebulan menikah dan hidup bersama Rudi membuat Sarah cukup tahu bagaimana sebenarnya sikap Rudi yang cukup temperamental. Hidup jauh dari keluarga membuat Sarah tidak bisa berbuat banyak. Bersyukur, tetangga-tetangganya kini adalah orang-orang baik. Mereka bahkan kasihan pada Sarah yang mau-maunya menikah dengan pengangguran beranak dua.

THE VOICE OF WOMEN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang