03 | Teman?

8.7K 1.2K 71
                                    

"Baca novel lagi?"

"Dihukum lagi?"

Revi justru terkikik geli mendengar balasan Rain. "Iya nih. Makin kelas tiga, gue makin pikun. Sampai lupa bawa baju olahraga, padahal udah disiapin dari semalam."

Rain tidak menanggapi. Cowok itu masih asyik tenggelam dalam kisah tiap lembar novel di tangannya. "Namanya bagus."

Rain lantas mengangkat pandangannya. Membalas tatapan Revi dengan kening berkerut samar. "Nama siapa?"

"Nama pena penulisnya."

"Oh." Rain tersenyum. "Iya. Namanya unik."

"Pelangi Putih," gumam Revi seraya mendaratkan bokongnya di samping Rain. "Lo tau artinya apa?"

"Emang apa?"

Revi berdecak. "Gue tanya, malah nanya balik!"

Rain langsung menggeleng. "Gue pikir lo mau ngasih tau."

"Gue aja belum pernah baca karya dia," ucap Revi seraya mengangkat bahu.

"Kalau gitu, lo coba baca novel-novelnya dia," seru Rain, antusias.

Revi tersenyum mendengarnya. "Sesuka itu sama Pelangi Putih, ya? Udah pernah ketemu orangnya belum? Atau ikut meet n greet-nya gitu?"

Pertanyaan Revi berhasil membuat perhatian Rain tertuju sepenuhnya pada cewek itu. "Belum. Gue bingung kalau ikut-ikut acara begitu," jawab Rain, lesu.

"Bingung kenapa?" tanya Revi dengan sebelah alis terangkat.

"Ribet daftarnya. Belum lagi kalau ada persyaratannya. Ini itulah. Malesin."

Revi terkekeh. "Kalau suka, masa setengah-setengah. Usaha dong!"

Rain lantas berjengit mendengarnya. "Omongan lo kayak gue ini lagi ngejar cewek aja."

"Kan, emang cewek."

"Siapa?"

"Itu, si Pelangi Putih."

Rain mengernyit dalam. "Tau dari mana? Sok tau! Siapa tau cowok. Lagian, kan, lo belum pernah baca karyanya. Dia nggak pernah nyantumin identitas diri di profil pengarang."

Revi terdiam sejenak sebelum akhirnya ber-"oh" ria. "Iya deh. Gue ngasal."

Rain kembali membuka novel di pangkuannya dan membiarkan keheningan merayapi atmosfer di antaranya dan Revi. Namun, belum selesai satu paragraf ia baca, Rain merasakan tatapan Revi terus mengarah kepadanya. Tidak. Tepatnya, pada buku di tangannya.

Diam-diam, Rain mengerling pada Revi yang masih menatap novel tersebut dengan pandangan kosong. Cewek itu termenung.

Penasaran dengan apa yang dipikirkan cewek itu, Rain berdeham. "Lo kenapa?"

Dehaman lembut Rain membuat Revi sedikit tersentak di tempatnya. Namun, ia segera menutupinya dengan senyum manis. "Nggak. Cuma, gue baru sadar kalau novel lo nggak disampul."

Rain mengernyit. "Emang perlu?"

"Semua novel gue sih, gue sampul."

"Sampul cokelat?"

Revi memutar kedua matanya. "Buku tulis kali ah, sampul cokelat!" sindirnya, gemas. "Sampul plastik lah! Yang bening."

Rain menggeleng. "Nggak bisa nyampulnya."

Kali ini Revi yang mengernyit. "Lah? Emang buku tulis lo nggak ada yang disampul?"

"Ada sih. Tapi, kan, beda. Bentuknya aja udah beda."

Warna Untuk Pelangi [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang