06 | Menulis

7.3K 1.1K 164
                                    

Pelangi Putih. Semua yang gemar membaca novel fiksi remaja, pasti mengetahuinya. Pelangi Putih merupakan salah satu penulis teenlit yang karyanya paling dinanti. Novel perdananya yang berjudul Mentari di Balik Mendung, menempati rak best seller di hampir seluruh toko buku.

Para penikmat novel Mentari di Balik Mendung menyukai Pelangi Putih karena gaya bahasanya yang ringan, namun memiliki makna yang berat. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari sana. Selain itu, Mentari di Balik Mendung juga mampu membuat pembaca tenggelam dalam kisah yang tertuang.

Kepopulerannya di karya pertama, membuat Pelangi Putih sukses menduduki tempat sebagai penulis best seller begitu novel keduanya yang berjudul Gulita di Balik Bintang terbit.

Sayangnya, setelah buku keduanya sukses, Pelangi Putih justru menghilang. Banyak para penggemar yang kecewa karena dibuat penasaran dengan kelanjutan cerita dari Aldi dan Langi, tokoh utama dalam novelnya. Tidak sedikit yang berpikir jika sang penulis telah kehabisan ide atau tiba-tiba mandek. Tidak sedikit pula yang berpikir jika sang penulis tidak berniat melanjutkan kisah Aldi dan Langi kembali.

Tidak ada yang tahu, siapa sebenarnya Pelangi Putih. Tidak ada yang tahu bagaimana rupa dan nama aslinya. Pelangi Putih tidak pernah mencantumkan identitas dirinya, sedikit pun, di dalam profil pengarang.

Di profil pengarang pada buku kedua Pelangi Putih, hanya tertulis: Pelangi Putih merupakan penulis muda yang hobi menulis. Bahkan, di novel perdananya tidak tercantum lembar khusus profil pengarang!

Penulis Misterius.

Begitulah sebutan yang diberikan para penggemar untuknya. Karena sampai saat ini, tidak satu pun orang yang mengetahui "siapa" itu Pelangi Putih kecuali Aldi dan Langi sendiri.

***

"Gue pengin belajar nulis deh."

Revi lantas menoleh padanya dan tersenyum. "Serius? Wow!"

Rain manggut-manggut. "Pengin aja. Soalnya, kan, gue sering berkhayal. Jadi, kalau nggak disalin rasanya..." Rain mengangkat bahu. "Sayang."

"Ngomong 'sayang'-nya jangan dipisah dong," goda Revi, membuat Rain kontan memalingkan wajah. Salah tingkah. "Gue bersedia kok ngajarin lo. Kalau mau sih," tawar Revi.

"Emang lo bisa nulis?" tanya Rain, skeptis.

"Weits!" sergah Revi. Cewek itu kemudian menepuk-nepuk dadanya yang rata dengan bangga. "Jagonya nih! Belum tau aja lo, tulisan gue nggak kalah bagus sama Pelangi Putih."

Rain berdecih. "Sombong banget sih!" gerutunya, membuat Revi terkekeh. "Kalau emang gitu, kenapa nggak coba kirim ke penerbit?"

Revi pun meringis seraya menggaruk pelipisnya. "Takut ditolak."

Jawaban itu membuat Rain tertawa mengejek. "Katanya lebih bagus dari Pelangi Putih," cibirnya. Entah mengapa ia merasa tidak senang jika ada orang yang menyetarakan diri atau bahkan merendahkan penulis favoritnya meskipun secara tidak langsung.

"Eh, gue nggak bilang lebih bagus, ya! Gue bilangnya, nggak kalah bagus!" elak Revi.

"Sama aja tau!" balas Rain, sewot.

"Beda!"

"Sssst!!!"

Mulut Revi dan Rain kontan terkatup rapat mendapati nyaris seluruh pasang mata di perpustakaan, menatap keduanya dengan pandangan terusik.

"Elo sih!" desis Rain, nyaris tidak terdengar.

"Kok gue?!" pekik Revi, tertahankan. "Kan, elo yang ngajak gue ke sini!"

Warna Untuk Pelangi [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang