04 | Gengsi

7.8K 1.1K 66
                                    

Nathan melihat Rain berjalan memasuki kantin dan menghampiri para sahabatnya dengan sebelah alis terangkat. "Tumben lo ke sini. Nggak bawa novel?"

Cuma ada dua alasan jika Rain bergabung dengan teman-temannya. Pertama, karena novel yang dibacanya telah selesai dibaca. Kedua, karena belum beli novel baru lagi.

"Bawa kok," jawabnya seraya mengangkat novel di tangannya. "Tapi gue mau makan dulu."

"Makan?" tanya Ben, heran.

Meski tidak tahu apa penyebab Rain jarang sekali makan di sekolah, mereka tahu betul jika Rain sangat menjaga pola makannya. Dan makanan yang tersedia di kantin sekolah kebanyakan adalah makanan cepat saji dan minim nutrisi! Kalau benar-benar kelaparan, paling Rain akan mengganjalnya dengan jus buah atau susu beruang yang lebih meyakinkan kesehatannya.

Rain meletakkan novelnya di atas meja sebelum akhirnya berjalan menghampiri ibu penjual siomay yang diceritakan Revi kemarin.

Di tempatnya, Nathan dan yang lain hanya bisa melongo melihat Rain memesan siomay tanpa ampun. Alias, banyak banget!

"Astaga! Lo mesan berapa?" tanya Affan, sekembalinya Rain dengan sepiring siomay di tangan cowok itu.

"Sepuluh ribu."

Dan rahang para sahabatnya pun terjatuh. Tercengang tak percaya.

Pasalnya, siomay punyanya ibu kantin itu termasuk siomay yang murah. Harganya hanya lima ratus rupiah per siomay. Meskipun ukurannya agak mungil-mungil, tapi coba bayangkan, Rain yang selama ini jarang makan, mampu menampung dua puluh biji siomay?!

"Mantulll!" seru Dean, kagum. Ia bahkan bertepuk tangan menyaksikan Rain yang mulai menyantap siomaynya tanpa ragu.

"Apaan mantul?" tanya Farhan, bingung.

"Mantap betul," jawabnya.

"Norak!"

Rain tidak menanggapi perdebatan itu. Ia hanya terfokus menghabiskan siomaynya. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Rain melahap habis makanannya itu. Para sahabatnya tidak tahu saja jika perut Rain bahkan bisa menampung sebanyak dua porsi lagi kalau ia mau.

Tapi sayangnya, Rain masih mencintai tubuh idealnya yang sekarang. Ia terlalu takut "kekhilafannya" dapat menjadi perkara bagi dirinya sendiri.

***

Revi tidak menemukan Rain di halaman belakang sekolah. Kening cewek itu mengernyit. Di mana cowok itu berada?

Revi berdecak. Ia tidak tahu kelas Rain dan ia tidak mungkin bertanya pada Anya! Sahabatnya itu bisa menggodanya habis-habisan nanti!

Akhirnya, Revi hanya terduduk lesu di bangku halaman belakang sekolah. Kemudian ia menyisir pandangan dan bergidik ngeri. Meskipun hari masih siang, tapi langit cukup mendung. Ditambah dengan kehadiran gudang di dekat halaman belakang sekolah yang tampak mengerikan dari luar. Revi jadi berpikir, kok bisa sih Rain setenang itu baca novel sendirian di sini?!

Hari ini Revi tidak dihukum. Jadi, ia sengaja berkunjung ke sini untuk bertemu dengan Rain tanpa perlu takut akan kemunculan bu Yeni yang tiba-tiba dan menambah hukuman baru untuknya.

Perlu diketahui, Revi bukanlah murid yang suka mencari masalah. Hanya saja berkat ketidaksengajaan takdir yang mempertemukannya dengan Rain, cewek itu kembali tenggelam dalam kegiatan yang dulu pernah menjadi bagian hidupnya. Hal itu menyebabkan Revi tanpa sadar kerap kali lebih mengutamakan tugas sampingan dibanding tugas utamanya sebagai seorang pelajar.

Berkat Rain, Revi termotivasi kembali. Cowok itu tanpa sadar telah menciptakan semangat baru untuk Revi. Membangkitkan Revi dari keterpurukan yang telah lama memasungnya. Membuat cewek itu bisa dengan mudahnya jatuh pada Rain.

Warna Untuk Pelangi [✓]Where stories live. Discover now