I am Sorry

45 3 0
                                    

     Andrew masih menempel diatas Gina, seakan tak rela meninggalkan tubuh itu. Miliknya juga masih berada didalam milik Gina, enggan keluar. Mereka masih terengah, saling tatap, saling cium, menautkan bibir lagi, dan lagi. Sesekali Andrew menggoda Gina, dihujamnya milik Gina dengan miliknya dengan lembut, membuat Gina memekik pelan, lalu pura-pura ngambek. Kemudian Andrew mengecup Gina lagi dan lagi hingga Gina terkikik geli dan melupakan ngambeknya.

     Tiba-tiba pintu kamar diketuk dari luar. Suara para staf terdengar memanggil Andrew. Gina terkejut dan tampak takut. Andrew meraih wajah Gina dan menenangkannya.

     "Sst, tenanglah. Tak kan kubiarkan mereka masuk.", ujar Andrew sambil mengecup bibir Gina.

     Setelah mengenakan baju dan celananya, Andrew membukakan pintu, setengah saja.

     "Mwo?*", tanyanya singkat, dirinya masih setengah sadar. (*apa?)

     Manajernya mengajaknya mencari makan karena mereka kelaparan. Tak berniat makan apalagi meninggalkan Gina sekarang, Andrew menolaknya dengan alasan sudah mengantuk. Tanpa banyak tanya, mereka pun meninggalkan Andrew.

     Gina sedang berpakaian saat Andrew kembali.

     "Gina, mau kemana?", tanya Andrew heran.

     Gina menoleh singkat lalu melanjutkan memakai kembali menarik resleting roknya.

     "Aku harus pulang..", jawabnya sambil tersenyum.

     Hati Andrew mencelos, tak rela.

     "Kenapa harus?", tanyanya pelan.

     Andrew duduk dipinggir ranjang, menatap punggung Gina yang sekarang sedang merapikan rambutnya. Gina berbalik dan menatap Andrew lekat, berusaha mengartikan pertanyaan Andrew.

     "Kenapa tidak?", sahut Gina.

     Matanya beradu dengan mata Andrew, dan mereka diam sesaat.

     Lalu Andrew terdengar menghela nafas.

     "Malam sudah larut. Tinggallah. Kamu bisa pulang esok pagi."

     "Aku masih bisa naik taksi..", sahut Gina lagi.

     Kali ini sambil mengambil tasnya yang tergeletak disofa.

     Andrew kesal dengan sikap Gina yang cuek dan keras kepala.

     "So? That's all?", ujar Andrew ketus.

     Gina berbalik, dilihatnya Andrew memandangnya dengan kecewa. Gina tiba-tiba merasa bersalah.

     "Andrew ssi..."

     "You've got what you want and now you leave..".

     Andrew tak dapat menyembunyikan kekecewaannya.

     "Okay, i got it. You've done using me. Fine, you may leave now..".

     Andrew yang marah beranjak dari sisi ranjang dan menghempaskan diri ke sofa, lalu meraih samsung note4-nya dan berpura-pura sibuk dengan ponselnya itu.

     Gina beranjak, berdiri didepan Andrew yang sedang duduk menunduk itu. Hatinya perih mendengar tuduhan Andrew namun sedikitpun tak bisa dia sanggah.

     "Andrew ssi..", panggilnya pelan namun Andrew tak mendongak.

     Gina tersenyum getir.

     "Andrew ssi.. Aku sungguh berharap kita bertemu sebelum aku menikah. Mungkin semua akan berbeda, mungkin kita bisa bersama. Tapi bukan begitu kenyataannya. Mungkin, kita bisa saling mencintai dikehidupan selanjutnya. Itu juga jika kamu masih menginginkanku..".

     Gina mengecup kening Andrew.

     "Jangan cintai aku atau benci padaku. Because either way, I'm in your mind. So, just forget me.. That's better.. I'm so sorry, Andrew ssi..".

     Gina mengecup sekali lagi kening Andrew, menahan tangis yang menggumpal dipangkal tenggorokannya lalu beranjak pergi. Tak dihiraukannya Andrew memanggilnya pelan, parau.
***

DEBAR YANG TERLAMBATحيث تعيش القصص. اكتشف الآن