Terima kasih, Aku harus Pergi.

46 3 0
                                    

     - Gin, nge-club yuk? Kangen nih sama kamu -

     Gina tergolek diatas kasur, memandangi sms dari Vania.

       - Males ah.. -

     Ponsel Gina berdering tak lama kemudian.

     "Ya, halo..", Gina menjawab tanpa semangat.

     "Yakin ga mau ikut?", ujar Vania dari ujung ponsel.

     Vania mendengar Gina kembali menolak tawarannya dengan lesu. Dia tau, Gina sedang diambang perceraian. Charles akhirnya mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan. Vania tau, jalan inilah yang terbaik buat Gina dan Charles. Namun tetap saja berat untuk dijalani. Vania berusaha berbagai cara untuk menghibur Gina, namun Gina menjadi sangat tertutup akhir-akhir ini.

     "Ya sudah. Oya, aku lupa terus mau cerita ke kamu. Andrew Kim lagi nginap di hotel loh. Datangnya sendirian. Sekitar dua bulan lalu dia juga nginap beberapa hari. Ini kali kedua dan dia spesifik meminta kamar yang sama. Aneh ya? Well, menurutku sih aneh. Lalu saat aku iseng bertanya, dia bilang dia sedang menunggu seseorang.."

     Gina menegakkan tubuhnya diatas kasur. Jantungnya berdetak kencang tak hanya demi mendengar nama Andrew disebut kembali, namun kenyataan bahwa lelaki itu ada di Jakarta, bahwa dia memesan kamar yang sama, dan sedang menunggu seseorang? Desiran aneh bergejolak dalam batin Gina.

     "Van, tunggu. Kamar yang dia pesan.. 1028 bukan?", tebak Gina dengan yakin.

     "Kok kamu tau. Iya, 1028. Aneh ya? Kayak kamar keramat aja..".

     "Van, udah dulu ya..".

     Gina mematikan dan melempar ponselnya begitu saja keatas kasur. Bukan Vania, itu bukan kamar keramat. Kamar itu menyimpan kenangan manis kami, kenangan yang hanya Gina dan Andrew yang tau. Gina yakin sekarang, Andrew mengingatnya! Andrew mengingat Gina! Dan sekarang lelaki itu berupaya mencarinya. Gina hanya perlu berlari menuju lelaki itu dan mengatakan cinta.

     Gina terburu-buru mencegat taksi yang lewat lalu menuju ke hotel dimana Andrew menginap. Sepanjang jalan dirinya mencoba merangkai kata dan menata degup jantungnya. Oh Tuhan, dirinya tak pernah merasa sebahagia ini. Senyum Gina mengembang membayangkan akan bertemu kembali dengan Andrew. Rindunya menari riang hingga menggelitik keujung jemari, membuat telapak tangan Gina berkeringat.

     Bunyi berdecit nyaring mengganggu pendengaran Gina. Saat menoleh tanpa sadar apa yang terjadi, taksi yang ditumpanginya sudah goncang dan terseret kencang diseruduk sebuah mobil kesisi lain jalan. Lajunya terhenti kala badan taksi membentur tembok beton. Gina mendengar suara beberapa orang, berteriak, meminta bantuan, mencoba membuka pintu penumpang yang penyok untuk mengeluarkan Gina.

     Gina melirik kursi depan, sopir taksi tak bergerak. Gina tersenyum getir.

     "Aku pun tak mampu bergerak..", batin Gina sambil terus berusaha merasakan kedua kakinya yang terjepit namun nihil.

     Kepala Gina terasa nyeri. Rasa sakitnya membuat Gina terus memejamkan mata, hanya pasrah merasakan darah yang mengucur semakin deras dari perih dikepalanya. Gina sadar, inilah akhir dirinya. Rasa sesal menggumpal didada. Oh Tuhan, Andrew sedang menunggunya saat ini. Tak bisakah.. Tak bisakah..?

     Dipenghujung nafasnya, Gina membatin, "Andrew, terima kasih kamu mengingatku. Aku harus pergi, maafkan aku. Debarku, debar yang kita rasakan, mungkin terlambat. Temui aku dikehidupan berikutnya, aku menunggumu.. Aku akan mencintaimu.."-

=FINISH=

DEBAR YANG TERLAMBATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang