36. Found Himself

2.6K 423 18
                                    

Halo!🌟

Menurut kalian, sejauh ini cerita ini gimana?

Happy Reading!✨

---

Akhir-akhir ini, Adriel selalu bangun lebih awal di hari minggu. Iren tidak perlu repot-repot bertanya mengapa anaknya yang selalu bangun siang di akhir pekan itu mendadak menjadi morning person. Alasannya tentu saja Kanaya.

Setiap hari minggu di pagi hari, Kanaya dan Iren selalu membuat kue atau kudapan manis yang beraroma lezat. Walau Adriel tidak akan memakannya karena ia tidak menyukai makanan manis, tetap saja dengan wajah setengah sadarnya, ia akan duduk di meja makan dan menatap Kanaya yang sibuk mengaduk adonan.

Tapi hari ini, Iren tidak ikut membuat kue bersama Kanaya karena subuh tadi ia sudah berangkat ke Palembang karena sedang ada tugas disana. Adriel tentu saja melarang pada awalnya, namun Iren juga harus bersikap profesional membuat Adriel mau tidak mau harus membiarkan ibunya pergi.

Kanaya duduk di samping Adriel sembari menunggu kuenya yang sedang di panggang. "Aku nggak mau tau, kamu harus makan kuenya pas udah jadi."

"Oke," balas Adriel santai. "Tapi gue makan pakai cara gue sendiri."

"Hm?" Kanaya memiringkan kepalanya sembari menatap Adriel karena tidak mengerti. Tapi melihat bagimana Adriel menatapnya, Kanaya langsung mengerti apa yang Adriel maksud. "Adriel!"

Adriel tergelak. "Lo masih malu soal waktu itu?"

"Jangan dibahas." Kanaya bisa merasakan pipinya yang kembali memanas.

"Sejujurnya," kata Adriel. "Gue menginginkan yang kedua kali, cause i think i'm addicted to your lips."

Rona merah kian menjajah pipi Kanaya. Gadis itu hanya mampu terpaku di tempatnya, sebelum suara dari oven yang menjadi penanda bahwa kuenya sudah matang berbunyi. "A-aku angkat kue dulu."

Adriel tersenyum karena gerak-gerik Kanaya yang begitu lucu saat salah tingkah. Kanaya sedang mengeluarkan pan dari dalam oven saat bel di pintu rumah Adriel dibunyikan beberapa kali.

Adriel bangun dari duduknya, kemudian menggerakkan kakinya menuju pintu depan. Sorot mata Adriel berubah saat mendapati orang yang paling tidak ingin ia lihat berdiri di ambang pintu.

"Pergi," desis Adriel, kemudian berniat menutup pintu lagi, namun tangan Hendra menahannya. Adriel mengepalkan tangannya hingga telapak tangannya memerah.

"Adriel, dengarkan Papa dulu," kata Hendra. "Papa dengar Mama kamu sakit."

Adriel membuang nafas keras sebelum berbisik, "bukan. Urusan. Anda."

Hendra menarik nafas panjang. Entah sampai kapan ia harus berhadapan dengan Adriel yang seperti ini. "Papa ingin bertemu dengan Mama kamu."

"Jangan pernah berharap," balas Adriel. Jika ia sudah kehilangan akal, mungkin Hendra sudah tersungkur di lantai sejak tadi.

"Adriel, mau sampai kapan kamu seperti ini?" Sela Hendra. "Papa sangat kecewa sama kamu jika kamu seperti ini terus."

Adriel terengah tak percaya. "Terus menurut anda perasaan Mama seperti apa saat anda lebih memilih wanita jalang itu daripada Mama?"

PRAK!

Satu tamparan melayang dengan mulus di pipi Adriel, membuat bunyi yang begitu keras. Ada sunyi yang menyelimuti sebelum Hendra tersadar bahwa ia baru saja menampar anak laki-lakinya sendiri. "Adriel, papa nggak--"

Adriel menyentuh pipinya yang terasa begitu perih dengan punggung tangannya, lalu mendapati sedikit darah yang di pipinya.

"Sekarang saya semakin bersyukur, karena Mama lepas dari laki-laki brengsek seperti anda." Hanya itu yang Adriel katakan, sebelum ia menutup pintu rumahnya dengan satu gerakan kasar. Dan begitu Adriel berbalik, ia mendapati Kanaya yang tengah berdiri kaku tak jauh dari posisinya.

Tsundere [Completed]Where stories live. Discover now