19. Pencerahan

683 68 126
                                    

"Butuh berkorban perasaan saat mengabaikan keegoisan diri sendiri."

Akhwatul_iffah
💞💞💞

Lalu lalang kendaraan siang ini cukup ramai terlihat, tapi tak ada satu pun bis yang lewat semenjak 15 menit aku duduk di halte depan sekolah ini.

Hari ini Maryam tidak masuk madrasah, karena izin ada acara penting bersama keluarganya. Jadilah aku pulang hari ini dengan naik bis.

Kulihat di sekitarku tinggal beberapa segelintir teman yang masih setia menunggu bis. Sedangkan yang lain telah dijemput orang tuanya atau ikut nebeng temannya dengan naik motor.

Tumben ya.. nih bis lama amat. Pada kemana sih? Pikirku mulai bertanya-tanya tak sabaran.

Tiba-tiba ada mobil BMW berwarna hitam berhenti tepat di depanku. Sejak tadi aku masih setia duduk di bangku panjang halte ini. Pemilik mobil membuka kaca pintu belakang, tampak Tante Zulfa tersenyum ke arahku dan melambaikan tangannya, sebagai tanda memanggilku. Aku pun beranjak dan berjalan ke arahnya.

"Assalamu'alaikum tante," ucapku tersenyum kepadanya dan mencium tangannya setelah dia membuka pintu.

"Wa'alaikumsalam warohmatullah wabarokatuh.
bareng Tante yuk Fathimah. Nanti Tante anter kamu ke rumah," ucapnya ramah, senyumnya tak luntur sama sekali sejak tadi.

Aku pun mengangguk dan segera duduk di sampingnya.
Mobil pun mulai melaju membelah jalan yang tampak cukup ramai.

"Sebelum ke rumah. Ikut Tante dulu ya, Fath. Kita makan siang dulu. Sekalian ada yang mau Tante omongin sama kamu."

"Sebentar ya, Tan. Fathimah izin dulu sama Ummi," ucapku segera merogoh ponsel yang berada di dalam tasku dan menghubungi nomor ponsel Ummi.

"Gimana, Fath?" Tanya Tante Zulfa begitu melihatku meletakkan kembali ponselku ke dalam tas, itu artinya aku telah selesai berbicara dengan ummi tentunya.

Aku pun mengangguk kepala, mengiyakan dan tersenyum ke arahnya. Dia pun membalas senyumku dengan senyum riang, terlihat begitu senang.

Kira-kira Tante Zulfa mau ngomongin apa ya? Kenapa sekarang sikap Tante Zulfa berubah? Padahal beberapa hari yang lalu saat di rumah, dia begitu marah terhadapku. Memang sih, Dari dulu Tante Zulfa begitu baik dan sayang terhadapku. Hanya kemarin saja dia begitu marah kepadaku. Apa mungkin karena dia begitu sayang terhadap Kak Ishaq?, sehingga dia nggak mau ada orang lain yang membuat anak laki-laki semata wayangnya itu kecewa ataupun tersakiti. Bisa jadi, kejadian kemarin hanyalah luapan emosi sesaat dari Tante Zulfa.

"Fathimah kalau pulang dari madrasah selalu naik, Bis?" Tanyanya membuyarkan kesibukanku dengan segala pikiranku.

"Gak selalu sih, Tan. Biasanya Fathimah nebeng temen atau kadang juga di jemput Abi."

"Nebeng temen? Laki-laki?"

"Hehe ya nggak lah, Tante. Perempuan kok. Fathimah kan tau boncengan dengan laki-laki yang bukan mahram itu dosa."
Tampak dia mengangguk-anggukkan kepalanya seraya tersenyum ke arahku.

Tak lama kami mengobrol, mobil pun membelok dan berhenti di depan rumah makan  " sea food of java ".

Setelah memesan makanan dan minuman yang aku memilih samakan dengan pesanan Tante Zulfa. Kami pun duduk saling berhadapan menunggu pesanan datang.

"Fathimah..."
Aku mendongak melihat orang yang sekarang menatapku dengan senyum penuh keramahan.

"Fathimah mau nggak menolong tante?. Fathimah mau kan buat tante dan keluarga bahagia? Terutama kakakmu, Nak."
Aku bergeming, berpikir dan bepikir lagi. Akhirnya aku pun mengangguk pelan meski aku belum mengerti betul arah pembicaraan Tante Zulfa. Masak iya kan aku jawab enggak, untuk membahagiakan saudara sendiri ?. Tampak wanita paruh baya yang berhijab warna coklat itu pun tersenyum.

Cinta Fathimah  Donde viven las historias. Descúbrelo ahora