When Everyone Care

17 8 0
                                    

Sepasang mata biru itu terbuka lebar, menatap lapar pada deretan pastry yang terpajang di hadapannya. Kedua tangan kecilnya terlihat meremas perutnya kencang, seolah itu bisa menghentikan rauman lapar yang diteriakkan organnya yang seakan sedang memakannya dari dalam.

Dia terlihat beberapa kali menjilat bibir keringnya, entah kapan terakhir kali bocah lima tahun itu menyantap sesuatu, mungkin dua hari yang lalu? atau empat hari? Jace bahkan sudah tidak ingat.

Dia menatap pria botak berbadan subur, tak jauh dari roti-roti lezat itu. Pria itu tampak sedang sibuk memainkan handphone pintarnya. Jace mengarahkan pandangannya pada roti yang paling dekat dengan tempat dia berdiri.

Dia tidak akan mengambil banyak, cukup satu potong roti paling kecil. Yang harus dia lakukan adalah meraihnya dan lari secepat mungkin, berharap pria bertubuh besar itu tidak sempat melihatnya.

Jace bisa merasakan jantungnya berdebar begitu cepat, dia seolah bisa mendengar aliran darahnya yang mengalir dua kali lebih cepat. Jace menutup matanya sesaat ketika pandangannya sedikit menggelap, ah ... kelaparan ini membuat kepalanya pusing, bahkan Jace merasakan napasnya mulai memberat.

Jace membuka kembali matanya, saat dia merasa sedikit lebih baik, dia menatap bergantian pada pria dan roti di depannya, setelah membulatkan tekadnya, Jace keluar dari persembunyiannya dan meraih sepotong roti hangat di dekatnya dan langsung berlari secepat dia bisa.

"Hei ... bocah setan! dasar pencuri! kembali kau!" Teriak pria gemuk itu sembari mengejarnya.

Panik, Jace berlari tak tentu arah, satu hal dalam pikirannya, dia tidak boleh tertangkap. Jace tidak ingin membayangkan apa yang akan dilakukan pria bertubuh gempal itu kalau berhasil menangkapnya.

"Hentikan anak brengsek itu! beraninya dia mencuri dari kedaiku!"

Jace ingin menangis, kenapa pria itu tidak melepaskannya saja? dia memiliki banyak roti dan Jace hanya mengambil sedikit. Jace mungkin tidak akan melakukan ini kalau bukan karena rasa laparnya yang tak tertahankan.

Dia memicu kaki kecilnya lebih cepat, titik hitam mulai memenuhi pandangannya, kepalanya terasa sakit dan telinganya terus berdengung.

Seluruh tubuhnya berteriak untuk berhenti, tapi Jace tidak bisa melakukannya, dia tidak boleh tertangkap.

Tiba-tiba Jace merasa sesuatu menyambar tubuhnya. Dia tidak tau apa yang terjadi, tapi semua berlangsung begitu cepat, tubuhnya seakan melayang sebelum kemudian terhempas ke aspal panas.

Suara bising decitan roda terdengar, disusul suara klakson dan teriakan orang-orang sekitar yang seolah berlomba-lomba untuk didengar.

Terlihat orang-orang berkerumun, mengerubuti tubuh seorang bocah laki-laki berusia lima tahun yang tergeletak tak berdaya di bahu jalan tersebut. Sebuah minibus berkecepatan tinggi menabrak anak malang itu saat dia keluar dari gang kecil secara tiba-tiba, sang sopir tidak sempat bereaksi saat mobil yang dikendarainya menghantam bocah laki-laki malang itu, membuat tubuh kurusnya terpental beberapa meter.

Terlihat darah segar mengalir dari hidung dan telinganya. Tubuhnya terbaring lemah di atas genangan darah dan muntahannya sendiri. Ujung jari-jari kecilnya terlihat bergerak-gerak lemah, tak jauh dari situ, sepotong roti tergeletak bersimbah darah.

Dari kejauhan, si pria gemuk pemilik toko bakery itu hanya bisa menatapnya penuh sesal.

Hari itu, orang-orang mendadak peduli, dengan bocah yatim penghuni jalanan itu. Saat dia sudah terbaring lemah, menanti kematian untuk menjemputnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 21, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Short Story CollectionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang