Teror

17 8 0
                                    

Mataku melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 7.05 pagi, hanya dua puluh lima menit tersisa sebelum waktu berangkat berkerja. Meraih mug yang sudah terisi kopi panas, aku berjalan menuju ruang makan. Daisy sudah menyantap makanannya dengan lahap.

"Kau berjanji tidak akan nakal selama aku berkerja, bukan?" tanyaku sambil menyesap kopi pahit favoritku.

Daisy berhenti mengunyah makanannya, mata bulat berwarna cokelatnya menatap datar padaku sebelum ia melanjutkan makan. Aku memutar bola mata.

"Kau tau tidak sopan mencuekkan orang yang sedang berbicara padamu?" Kali ini Daisy bahkan tak berhenti untuk menatapku dan terus makan. Aku terkekeh sebelum berdiri dan mengelus di antara kedua telinganya, Daisy menjilati jari-jariku. 

Menggaruk-garuk lehernya sejenak, akupun berjalan menjauh dari Husky kesayanganku itu.

"Aku pergi dulu, jangan nakal," panggilku sebelum berlalu.

Berjalan mendekati Sedan putih di garasi, langkahku terhenti. Darah kering tampak mengotori bagian luar bagasinya, noda dara itu terlihat di beberapa titik.

Aku menelan saliva, melangkah ragu mendekati mobil dengan jantung berdebar hebat. Dengan tangan gemetar, kubuka perlahan bagasi mobil, dan apa yang ada di dalamnya membuat jantungku seakan terhenti.

Mayat seorang laki-laki muda dengan luka tusukan memenuhi tubuh, tergeletak di dalam. Laki-laki itu terlihat tak lebih dari dua puluh tiga tahun, luka sayatan di leher terlihat masih mengeluarkan darah. Kelopak matanya tampak terpotong, membuat kedua netra abu miliknya terbuka, menatap kosong ke arahku.

Kakiku melangkah mundur, dapat kurasakan aliran darah mengalir dua kali lebih cepat, keringat dingin mengalir di antara pelipis.

Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?

Mataku mencari-cari ke semua sudut ruangan ....

Kemana mayat yang satu lagi?

Short Story CollectionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang