Ada yang Tiada

22 0 0
                                    


Lampu kelap-kelip tiba-tiba redup. Suara pemain di atas panggung tak terdengar. Layar Wayang Listrik tak tampak lagi. Suara penonton bergemuruh. Bisikan-bisikan sebelah kanan-kiri terdengar saling bersahutan, tapi tak jelas apa yang kudengar.

Ah.... Lagi asyik-asyiknya menonton cerita teater, cerita tentang seorang pangeran dari negeri menara pizza yang sedang unjuk gigi untuk memperebutkan hati sang putri dari kerajaan pulau dewata... Eh..... malah listriknya mati..... Aduh.... Aduh....

Dalam hati bergemuruh, kira-kira apa yang akan terjadi setelah ini. Apakah pentas teater akan sampai disini... Apakah penonton akan pulang dengan kekecewaan... Apakah esok hari akan jadi trending topik di sosial media dan masuk captureakun twitter @InfoTwitwor dan akun IG @lambe_turah... Atau apakah ini akan menjadi pentas terakhir dari teater ini... Oh......

Gelak tawa penonton mulai riuh... Sayup-sayup candaan mulai mengalir dengan indah... Gemuruh tepuk tangan tak henti-hentinya terdengar dan saling bersahutan... Tawa lepas...Tepuk tangan yang meriah... Di dalam kegelapan, kursi-kursi penonton masih terisi penuh, tak ada yang meninggalkan tempat duduk, pemain masih asyik di atas panggung yang gelap gulita... Oh...... Sungguh Improvisasi yang memukau dari pemain teater itu... Improvisasi yang menyelamatkan nyawa teater ini.....

Hmmm... Tiba-tiba bayangan terlintas, jika aku yang berdiri di sana... Mungkin aku akan berdiri kaku... Keringat dingin... Dan celana basah karena kencing berdiri... Lha gimana nggak, bayangin aja lagi pentas dengan tiket yang nggak murah, ditonton ribuan pasang mata, masuk headline media nasional, ehh...ditengah-tengah pentas listrik mati... Kalau kata NDX 'meh sambat kalih sinten, yen sampun mekaten'.

Tapi,,, mereka beda. Para pemain itu dengan santainya berimprovisasi, membuat lelucon dengan santainya seperti tanpa beban. Hingga para pentonton tersihir seperti tak terjadi apa-apa. Atau malah penonton berpikir insiden mati lampu ini bagian dari pertunjukan teater ini.....

Mungkin ini yang disebut 'manunggaling ati lan manunggaling jiwo'.Sudah menyatu dan ada ikatan lahir batin, sehingga walaupun kenyataan berkata beda dengan skenario yang sudah disiapkan, dengan santainya akan mudah berimprovisasi. Melahirkan sesuatu yang tak terduga...

"Halah mbelgedes, sok-sokan muni filsuf 'manunggaling ati lan manunggaling jiwo'...." Mat Midi tiba-tiba mengomentari monolog Cak Chiku.

Akan tetapi tak seperti biasanya, Cak Chiku tak menghiraukan nyinyiranMat Midi. Dibawah pohon belimbing, Cak Chiku bermonolog tentang apa yang ada didalam imajinasinya, tentang insiden mati lampu disebuah pertunjukan teater. Ditemani sebungkus rokok, sekaleng minuman bersoda, beberapa biji anggur merah dan lantunan nyanyian musik novel dwilogi Rahvayana, Cak Chiku dengan khusyuk bermonolog.

"Cah-cah pemain kae iki wes berpengalaman Cak, ibarate wes mangan asam garam kehidupan. Dadi nek ono kejadian koyo ngono yo wes tanggep, wes ngerti opo-opo wae sg kudu dilakokke. Ibarate yo wes ono SOP darurate. Lha nk misal kw rak ono pengalaman babar blas yo wassalam. Tinggal nunggu ajal ntok. Ah aku dadi kelingan pas pertama kali kae si Malaikat Kecil minggat tanpo pamitan, kae kw yo dadi rak jelas to cak, soale skenario ne bedo karo sg ono ng ndasmu kui. Kw rak siap karo skenario dadakan, sg nyebabke si Malaikat Kecil kudu minggat terus Raksasa nguasai awakmu... Hwehehehe" Lanjut Mat Midi dengan gaya omongan yang penuh nyinyiran.

Atau mungkin para pemain itu sudah pasrah lillahi ta'ala ketika memulai pentas teater ini. Jadi ketika ada skenario dadakan yang diluar kendali, masih ada Dzat yang Maha Segalanya akan membantu mereka. Menolong dengan cara yang tak terduga... Ah jadi ingat komentar salah satu netizen di akun IG Christiano Ronaldo, Sang Maha Bintang Atlit Sepakbola. Ketika Christiano Ronaldo memposting di IG dengan caption "sedikit curhat tentang ketidakadilan yang sedang dialaminya", netizen tersebut berkomentar "Jadikan Sholat dan Sabar jadi penolong Mu". Oh...sungguh komentar yang barokah sekali....

"Halah mbelgedes, Ngibadah wae rak pernah... lha kok meh didadekke penolong... Eh tapi kan ngibadah rak kudu sholat. Nk jarene guru ngajiku siji kae, Sekali kw ngerasakke ikatan lahir batin karo Gusti Pangeran, kui iso disebut ngibadah. Sekali kw ngelakokke perbuatan, terus bar kui kw iso dadi bermanfaat kanggo makhluk liyone, kui kan ngibadah... Lho...lho... Aku nyinyir -nyinyir dewe, tak bantah-bantah dewe... Uasyuu tenan ncen nek ngene iki... Hwehehehehe... Ncen bener nk Tuhan Maha Asyik"Lanjut Nyinyiran Mat Midi sambil tertawa sendiri.

Atau mungkin, pada saat itulah para pemain teater itu mengambil jalan untuk meniada... Ketika keadaan sudah "mbuh"dan diluar kendali kita, saat itulah waktu yang tepat untuk melebur untuk menyatu dengan alam. Mengosongkan hati dan pikiran, Meng-ikhlas-kan lahiriah dan batiniah.

Seperti Kisah Rahwana (versi sujiwo tedjo dalam dwilogi Rahvayana) yang setelah penantiannya menunggu titisan Dewi Widowati yang mentitis ke Dewi Sukasalya, kemudian menitis lagi ke Dewi Citrawati dan akhirnya menitis ke Dewi Sinta. Pada penantian cinta Rahwana ke Dewi Sinta, Rahwana kalah perang melawan pasukan Rama, dan raga Rahwana diapit gunung kembar Sondara-Sondari. Tapi Tahukah bahwa Jiwa Rahwana terus hidup, Hidupnya menjadi gelembung-gelembung yang menyatu dengan alam. Menemani cintanya sang Dewi Sinta yang terusir di hutan.

Dari Ada menjadi meniada... tiada... Ada yang tiada... Melebur untuk meniada, Meniada untuk melebur menjadi satu dengan alam. Bukan untuk menghilang, bukan untuk mencari takdir baru, bukan untuk menghilang dan mencari yang baru untuk mengganti yang lama... Hanya meniada dan bersiap untuk pertemuan di waktu yang entah kapan. Nasib.

".........."Gumam Mat Midi

"Ada yang tiada... Salam..." Sahut Cak Chiku

Salam.

Raksasa dan Malaikat KecilМесто, где живут истории. Откройте их для себя