Bag. 4

6.5K 469 59
                                    

Jangan lupa vote dan komentar, ya❤️
______

Berat bagi Aisyah berpisah dengan Abi dan Umi. Hari ini dia dan Azmi akan berangkat ke Jakarta, meninggalkan kedua orangtuanya di Bandung.

Mereka berpamitan dengan perasaan berat untuk melepaskan.  Aisyah adalah anak tunggal. Dulu, dia jarang berada di rumah karena menghabiskan waktu di pondok pesantren. Kini, ia juga harus meninggalkan rumah karena kewajibannya sebagai istri untuk menuruti perintah Azmi.

Masalah pernikahan ini, membuat semuanya semakin terasa berat.

Setiap perempuan pasti memiliki pernikahan impian. Bersanding bahagia menjalani bahtera rumah tangga bersama suaminya. Saling melebur menjadi satu seolah dunia hanya milik berdua. Namun, tidak semua impian tak harus menjadi kenyataan. Sebab mungkin hanya Aisyah saja yang terlalu berharap dalam pernikahan ini, sedangkan Azmi tidak.

Azmi mengendarai mobilnya sendiri tanpa supir. Canggung sangat terasa di antara mereka. Aisyah tidak berusaha membuka percakapan. Ia memilih memandang ke arah jalan, atau sesekali mengecek ponsel membalas ucapan selamat dari teman-temannya atas pernikahannya kemarin.

Dia tersenyum kecil, memilih mengikuti permintaan Azmi untuk berpura-pura bahagia.

Azmi tidak banyak berbicara. Selama perjalanan, sekali-sekali laki-laki itu meminta bantuannya, mulai mengambilkan kartu tol, atau bertanya soal suhu AC untuk memastikan Aisyah tidak merasakan kedinginan.

Aisyah beberapa kali melirik sekilas Azmi yang fokus menyetir. Dia percaya bahwa Allah akan memudahkan segalanya. Dia Sang Maha Pembolak-balikan hati, termasuk hati Azmi untuknya.

Mereka baru saja sampai ke rumah Azmi setelah tiga jam perjalanan. Pagar rumah yang lumayan besar menjadi pemandangan Aisyah pertama. Satu penjaga rumah membukakan pagar, memberi jalan untuk mobil yang mereka tumpangi masuk ke garasi.

Apakah rumah ini akan menjadi saksi mereka dalam menjalani kehidupan rumah tangga? 

Rumah bercat cokelat muda itu tampak asri karena ditumbuhi pohon di sekitar halaman dengan sebuah kursi taman di atas rumput. Aisyah tersenyum kecil, jika pernikahannya bahagia, dia membayangkan untuk menikmati sore bersama Azmi di sana.

Khayalannya terurai saat Azmi menyadarkannya dengan memberi kode untuk masuk ke rumah dengan dagunya.

"Assalamualaikum..," salam Aisyah saat Azmi membukakan pintu.

"Walaikumsalam...," jawabnya Azmi. Laki-laki itu sudah terlebih dahulu masuk.

Aisyah mengedarkan pandangan pada rumah berlantai dua ini. Azmi menunjukkan tata letak rumah kepada Aisyah.

Cukup megah dengan interior minimalis yang elegan, lantai berkeramik, hiasan dinding yang berlafaz Allah terpasang, juga ada beberapa tanaman dalam pot di dalam rumah, menambah asri. Ruang tamu berisi satu kursi panjang dan dua kursi kecil dengan meja bundar di tengah. Ada satu foto keluarga Azmi di sana.

Mungkinkah nanti foto pernikahan mereka akan Azmi pasang? Ah, rasanya terlalu tinggi khayalan Aisyah.

Ruang televisi berada antara ruang tamu dan tangga. Di sana terdapat beberapa lemari berisi, sofa panjang menghadap televisi, dan kursi serta meja single terletak di dekat lemari untuk membaca buku.

Pandanganya kini beralih saat Azmi menunjukkan dapur dengan perlengkapan memasak dan kamar tidur di sampingnya.

"Itu kamar Bi Uti. Beliau masih libur, mungkin besok sudah pulang. Karena kemarin di hari pernikahan kita, Bi Uti kembali ke Yogyakarta. Beliau dulu bekerja di rumah Ibu, tapi saya memboyongnya ke Jakarta untuk membantu membereskan rumah," jelas Azmi.

Aisyah mengangguk mengerti. "Satu lagi, sepulanganya Bi Uti, kamu tidak perlu repot menyiapkan segala keperluan saya. Ada Bi Uti yang menyiapkan."

Setulus Kasih Aisyah [Terbit]Where stories live. Discover now