22

1K 40 7
                                    

[Uwo= nenek]
[Amak= ibu]

Vote dan komennya jangan lupa ya😘

"Kamu ini," ucap si nenek.

"Aduh uwo kaget ya? Maafin Revo deh kalau gitu."

Revo berjalan masuk, menutup pintu itu kembali. Nenek bangkit dari sofa, berjalan menghampiri Revo dengan langkah yang lambat karena lututnya terasa sakit untuk berjalan cepat. Tahu akan maksud uwo, lelaki itu lebih dulu menggapai tangan si nenek dan memeluknya.

"Udah uwo bilang gak usah ke sini! Jauh. Nanti kalau kamu kenapa-kenapa di jalan gimana? Dari Batu sangkar ke sini itu gak dekat, lagi pula besok kamu harus kuliah," melepaskan diri dari pangkuan Revo. Lalu menepuk dada cucunya.

Arya terkekeh melihat anak sulungnya yang di ceramahi oleh uwo.

"Sudah mak! Kasian Revo dimarahin terus, cucu amak pasti capek karena menempuh perjalanan jauh," Arya angkat bicara, membela anaknya.

Uwo berhenti memukul dan mengomel, ia melemparkan senyuman manis lalu mempersilahkan cucu kesayangannya duduk untuk melepaskan rasa lelah.

Arya melihat ke arah pintu berharap putra bungsunya yaitu Antonio segera datang. Revo berdiri, ia mendekat pada ibunya dengan tatapan sedih. Melihat kondisi Mila yang seperti ini membuat hatinya seakan teriris dan hancur, ia berusaha menyunggingkan seulas senyuman meski matanya kini telah berlinang air mata hanya menunggu jatuh saja.

"Ama," teriak seseorang yang tengah berdiri di depan pintu.

Untuk ketiga kalinya uwo kaget setengah mati mendengar suara itu, bubur yang tadinya akan masuk ke dalam mulut uwo justru tak sengaja meleset mengenai hidung mancungnya karena teriakan dari Antonio.

Semua orang menatap ke arah pintu, saling membuang nafas panjang dan saling mengelus dada mereka terutama uwo.

***

Cahaya matahari menyusup masuk ke dalam celah tirai jendela kamar Alwan, ia bersembunyi di balik selimut karena berniat untuk absen sekolah hari ini. Satu-satunya alasan kenapa ia tidak ingin ke sekolah adalah tugas fisika dari pak Tirmizi masih belum selesai sama sekali.

Alarm terus saja berdering, berusaha membangunkan Alwan yang sejak tadi sudah bangun namun berpura-pura untuk tidur kembali. Masa bodoh dengan reputasinya sebagai ketua OSIS yang menjadi panutan di sekolah, kebanyakan orang juga pernah absen bahkan hanya karena hal sepele.

Ama memegang sebuah map berwarna hijau pucat, matanya menelaah setiap kata  pada kertas putih yang terbungkus oleh map tersebut. Mungkin itu adalah biodata dari pasien yang menggunakan jasa Ama untuk sembuh dari depresi dan sebagainya.

Hari ini Ama tidak seceria seperti sebelumnya, kaca mata berada di ubun-ubun kepala, rambut diikat sembarangan sehingga ada beberapa helai rambut menutupi wajah Ama. Ia memukul dahinya dengan jari telunjuk, keningnya tampak berkerut bagai gelombang di laut dan sesekali membuang nafas panjang.

Apa berjalan ke arah Ama sambil mengalungkan dasi hitam dengan corak garis-garis berwarna putih yang menggelantung di lehernya. Apa berjalan cepat menyusul Ama, ia berhenti tepat di depan sambil mengukir senyuman. Ama menutup map itu, menjatuhkannya di lantai lalu memasangkan dasi Apa.

"Sampai kapan aku harus begini? Gimana kalau Ama pergi terus siapa yang bakalan masangin dasi Apa? Makanya Apa harus mandiri jangan manja kayak gini," ucap Ama yang memutar salah satu ujung dasi ke kanan.

Hanya beberapa detik Ama selesai melakukan tugasnya sebagai istri, Apa mengambil map itu lalu memberikannya kepada Ama yang masih berdiri di hadapannya.

IMPOSSIBLE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang