26

771 45 0
                                    

Vote dan Komen Readers sangat berarti untuk Zizi, terimakasih.


"Lo terlalu cepat ngeluh, gimana kalau nanti lo harus ngadapin masalah yang lebih besar? Masalah itu pasti akan datang, pasti," kata Alwan dalam hati.

Rasanya berat meninggalkan Aery di saat terpuruk seperti itu, tapi harus bagaimana lagi Aery sendirilah yang mengusirnya mentah-mentah. Kecewa? Mungkin ada, namun Alwan juga sadar jika gadis itu memang butuh waktu untuk sendiri.

Pandangannya selalu terfokus kepada gadis yang sedang mengamuk di depan sana bahkan sampai di ujung pintu Alwan menatapnya sebentar lalu pergi dengan wajah tertunduk. Ia memakai helm, menyalakan mesin dan menjauh dari kediaman itu.

Aery mencoba berdiri walau kakinya gemetaran, dengan kasar di sekanya air mata yang membasahi pipi. Ia berjalan dengan langkah lambat yang disertai seringai tatapan penuh dendam menuju tangga yang menghubungkan lantai 1 dengan lantai 2. Kepingan-kepingan yang berserakan di lantai di singkirkannya dengan cara menendang sehingga sepatu kulit itu robek cukup lebar.

Aery menaiki anak tangga satu persatu, ketika tinggal 2 anak tangga lagi ia menoleh ke belakang untuk melihat seperti apa kekacauan yang telah di perbuatnya lalu berucap, "Cihh, ini semua karna mereka, gue benci, benci!"

Setelah mengucapkan kalimat yang tertuju untuk Abak dan Ama, Aery tergesa-gesa melepaskan sebelah sepatu dan melemparkannya ke bawah dengan sekuat tenaga sehingga ia hampir saja ikut terjatuh. Di lantai 2 terdapat 4 kamar, salah satunya adalah kamar Aery yang tampak berbeda dengan pintu yang berukir.

Pintu kamar di bannting sehingga menimbulkan bunyi 'Bamm!' saat membentur dinding kamar. Matanya memandang isi kamar yang rapi dan tertata secara beraturan, berbeda dengan keadaan lantai 1 rumah layaknya kapal pecah.

Aery masuk ke dalam, dengan sebelah kaki yang telanjang ia melangkah menuju meja rias dimana terdapat sebuah foto berbingkai cokelat. Bayangan memancar dari cermin ketika Aery berdiri mengambil foto itu, ia menatap bayangan dirinya sendiri di cermin dan teringat masa lalu ketika Ama membelikan gaun merah jambu sebagai hadiah ulang tahun.

"Tara," ucap Ama mengagetkan Aery yang tengah menyisir rambut sambil bercermin.

"Selamat ulang tahun Aery sayang, Ama punya sesuatu untuk Aery," menunjukkan sebuah kotak berbungkus kertas kado.

Aery melihat bingkisan itu lewat cermin, ia meletakkan sisir di samping sebuah foto berbingkai cokelat mengkilat. Lalu membalikkan tubuh dan menggapai kado itu dengan penuh rasa bahagia.

"Makasi Ama," memeluk sang ibu.

Ama melirik hadiah tersebut sambil senyum-senyum sendiri, Aery tahu maksud dari lirikan itu dan segera saja ia merobek kertas yang membungkus hadiah.

"Ini kan--" ucapnya terputus saat Ama hanya mengangguk.

Aery langsung memakai gaun itu karena hari ini adalah hari ulang tahunnya ke-7, Ama duduk sambil menunggu anak tunggalnya keluar dari kamar mandi.

Pintu kamar mandi berdecit, Ama segera melirik ke sana dan mendapati Aery berjalan ke arahnya yang bak puteri dalam dongeng kerajaan. Ama memegang kedua bahu Aery, menuntun gadis kecil itu ke cermin bertujuan untuk mengepang rambut puterinya, mengoleskan sedikit bedak, dan menyemprotkan parfum.

"Aery, Ama sama Abak sayang banget sama kamu, kami akan selalu buat puteri cantik ini selalu bahagia kayak puteri-puteri di kerajaan," kata Ama yang menatap mata Aery di dalam cermin.

"Ama janji?" menoleh ke arah Ama.

Ama hanya mengangguk dan melanjutkan untuk mengepang.

IMPOSSIBLE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang