Bagian 1 (B)

147 24 4
                                    

Selamat membaca!

**

"Gue pinjem pulpen lo dong."

Ririn segera melihat ke sisinya. Bukan, bukan Jajang yang menepuknya. Melainkan seorang cowok yang kebetulan duduk di ujung sama sepertinya. Cowok itu berasal dari kelompok 1, karena posisinya yang ada di sebelah kiri.

"Lo, nggak bawa pulpen emangnya?" tanya Ririn seraya membuka tempat pensilnya.

"Gue cuma bawa satu pulpen. Terus abis, dan gue lupa beli," ujar cowok itu.

Ririn hanya mengangguk-anggukan kepalanya, percaya kepada cowok di sampingnya itu. Kemudian ia memberikan satu pulpen cair yang bermotifkan batik.

"Thanks ya!" ujar cowok itu.

"Sama-sama," jawab Ririn. Kemudian keduanya sibuk mencatat apa yang dituliskan Pak Doni di papan tulis.

Saat sedang tenang-tenangnya mencatat, sebuah tepukan kembali muncul di pundaknya. Namun kali ini bukan berasal dari sebelah kiri, melainkan sebelah kanannya.

"Kenapa, Jang?" tanya Ririn.

"Gu-gue, ma-mau pinjem tip-x lo, boleh?" kata Jajang dengan gugupnya.

Ingin rasanya Ririn tertawa kencang saat ini. Namun niat itu ia urungkan saat sadar bahwa Pak Doni masih ada di kelasnya. Ririn mengangguk seraya memberikan tip-x-nya pada Jajang, "Nih..."

Jajang menerimanya, lantas dengan segera ia memakainya.

"Makasih ya, Rin," Jajang mengembalikan tip-x nya. Kemudian matanya tak sengaja melihat catatan pada buku Ririn, "Tulisan kamu bagus," ujarnya gugup.

Ririn hanya tersenyum, "Bisa aja lo!"

Baik Ririn maupun Jajang tidak menyadari, bahwa sedari tadi seseorang memperhatikan interaksi mereka berdua.

**

Bel istirahat sudah berbunyi sekitar 5 menit yang lalu. Di kelaspun hanya menyisakan Jajang yang selalu menunduk takut. Kemudian ada juga Abi yang sedang menyelesaikan catatan.

Abi yang telah selesai mencatat, segera menutup buku dan menyimpannya ke dalam tas. Ia hendak ke kantin, menyusul Dimas yang kebetulan sobat karibnya saat SMP. Namun langkah Abi tiba-tiba terhenti, saat ia baru menyadari, bahwa Jajang tidak keluar kelas sejak tadi.

Akhirnya Abi memilih untuk mendekati Jajang. Duduk di bangku Ririn. Ia memukul meja pelan, yang membuat Jajang terlonjak kaget.

"Yaelah Jang, biasa aja. Nggak usah kaget," ujar Abi seraya menertawakan sikap Jajang.

Jajang hanya tersenyum kaku, sebagai ciri khasnya, kepada Abi.

Alis Abi terangkat sebelah, saat Jajang hanya memberikan respon senyuman padanya, "Lo belum kenal gue ya?"

Jajang menggelengkan kepalanya, "A-ab-bi, 'kan?" tanya Jajang gugup.

Sontak Abi kembali tertawa, sungguh ia tidak ada maksud untuk mengejek ataupun memusuhi Jajang. Karena memang, seperti itulah sikap Abi sejak dulu. Sok akrab. Sok asik.

"Nggak usah gugup. Anggap aja gue ini temen lo." Jajang yang mendengarnya hanya mengangguk.

Abi kembali tertawa, kepalanya tertunduk dan matanya terarah ke meja. Tiba-tiba tawanya terhenti saat matanya menangkap sebuah buku dengan keadaan terbuka. Sehingga menampakan tulisan di dalamnya.

"I-itu, bukunya Ririn," ucap Jajang saat ia berhasil menyadari satu hal; Abi menghentikan tawanya karena melihat tulisan Ririn.

Kepala Abi tertoleh kepada Jajang, "Ririn?"

About Him, AbiWhere stories live. Discover now