9. The Fear

3.5K 113 2
                                    

"Sebelum membaca, absen pakai tanggal lahir kamu!"

Tolong penuhi komentar di setiap paragraf. Juga vote yang gratis di pojok kiri bawah. Don't be siders. Kalau kalian aktif, aku juga akan aktif update.

• Selamat Membaca •

•••

"Ragaz brengsek! Astaga, Rin. Lagian lo kenapa bisa-bisanya sampe sejauh itu sama dia? Lo nggak mikir masa depan lo?" Jemi menggelengkan kepalanya pelan saat mendengar ucapan Elena barusan, memberi kode pada cewek itu, membuat Elena tersadar akan ucapannya.

"Iya, gue yang goblok. Gue nggak tau lagi harus gimana. Gue udah rusak. Bahkan sekarang gue hamil. Gue takut. Bunda sama Ayah, gimana kalau mereka tau ini?" Arini terisak hebat ditempatnya. Kedua tangannya menutup wajahnya yang beberapa hari ini terlihat begitu berantakan.

Elena dengan cepat memeluk tubuh Arini saat melihat bagaimana tubuh rapuh itu bergetar. Sedangkan Jemi hanya mengalihkan pandanganya, tak kuat melihat bagaimana sahabatnya yang dulu selalu tersenyum riang, terlihat hancur karena perbuatan sepupunya.

Kedua tangan Jemi bahkan mengepal dengan erat. Detik ini dirinya bersumpah, saat dimana cowok bajingan itu akhirnya menyesali perbuatannya, tidak ada ampun untuknya. Jemi bersumpah dalam hatinya.

Setelah berbincang berdua di kamar kosan Arini, Jemi akhirnya menawarkan untuk pergi ke rumah Elena yang kebetulan rumahnya lagi-lagi sedang kosong.

Awalnya Arini menolak keras saat Jemi berkata untuk memberitahukan semuanya kepada Elena juga. Mau bagaimanapun, Elena juga sahabat mereka. Namun mendengar berbagai bujukan Jemi, Arini akhirnya mengangguk setuju.

Dan setelah bercerita panjang lebar tentang apa yang terjadi pada Arini, Elena shock. Dirinya berkali-kali bertanya, memastikan semua cerita itu benar adanya.

"Sebenarnya gue tau apa motif dia bikin lo gini, Rin. Tadi aja gue sempet ke rumahnya, sekalian ngomong tentang kelakuan dia ke Ibunya." Arini yang sedang menangis sontak menatap Jemi yang baru saja berbicara.

Elena menatap heran pada Jemi. Apa yang baru saja dikatakan sahabatnya itu?

Apakah dia bercanda?

"Maksud lo?" tanya Arini pelan.

"Gue sama Ragaz itu sepupuan," tutur Jemi menatap kedua sahabatnya yang terlihat terkejut ditempatnya.

"Bukan waktunya bercanda, Jem-"

"Gue serius. Gue sepupu dari bokapnya Ragaz. Ayah gue kakaknya bokapnya si Ragaz," jelas Jemi.

Arini menggelengkan kepalanya pelan, "Jadi sebenernya lo udah tau tentang gue, 'kan?" tanyanya terlihat marah.

"Gue berani sumpah, gue baru tau waktu lo dateng ke kelas sambil nangis waktu itu," ucap Jemi yakin.

"Lo kenapa nggak pernah cerita?" timpal Elena.

"Ya buat apa? Lagian gue juga nggak deket-deket amat sama 'tuh, anak. Jadi gue rasa, gue nggak perlu cerita. Sampai akhirnya gue tau kondisi lo ini, gue akhirnya dateng ke rumahnya, marah-marah sambil nangis. Gue nggak terima lo digituin," ucap Jemi menahan tangis.

"Kenapa nggak lo ceritain semuanya sama orangtuanya Ragaz? Biar tau kelakuan anaknya gimana," ucap Elena.

Jemi menggeleng ditempatnya, "Nyokap nya punya penyakit serius. Bener-bener serius. Gue aja nahan untuk nggak cerita detail sama beliau. Kalau gue cerita, bisa mati ditempat yang ada," jawab Jemi sedih.

RAGAZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang