1. Saksi Kunci Pembunuhan

50.5K 4.2K 147
                                    

Sepanjang pagi ini SMA Argosaka dipenuhi keributan. Setelah ambulans yang membawa mayat pergi, beberapa mobil polisi juga mulai meninggalkan area sekolah. Hanya tersisa beberapa personil kepolisian yang sedang mengamankan TKP, mengambil gambar di sekitar lokasi mayat ditemukan, mencari barang bukti, dan menanyai beberapa orang yang kemungkinan dapat memberikan jalan terang pada kasus ini.

Shana duduk berhadapan dengan dua orang penyidik. Yang satu adalah ayahnya dan satunya lagi rekan ayahnya, Bu Marta. Shana diajak berbincang sebentar oleh Bu Marta sebelum masuk ke pertanyaan utama.

"Kamu Tryshana kan? Hmm, saya lama tidak berjumpa denganmu. Dulu saat masih kecil kau sering bermain di kantor ayahmu. Kau ingat?" Bu Marta membuka obrolan.

"Iya saya Tryshana, panggil saja Shana. Aku ingat sedikit tentang kantor ayah," jawab Shana.

"Oke, kupikir kita langsung memulainya. Prim pasti lelah menunggu untuk diwawancarai. Teman-temannya sudah dipulangkan lebih awal karena pelajaran tidak kondusif," sela ayah Shana, penyidik Gerald.

"Prim? Nama belakangmu ya. Baiklah kita mulai sesinya Shana atau lebih baik kupanggil apa?" tanya Bu Marta memastikan.

"Shana saja, hanya ayah yang memanggilku dengan panggilan Prim," jawab Shana. Ia melihat ayahnya mengedikkan bahu sambil tersenyum hangat. Hanya ayahnya yang memanggilnya Prim.

Penyidik bernama Marta itu mengeluarkan ponselnya. Ia menelepon seseorang. Nada sambung pada panggilan itu cukup lama hingga berganti suara laki-laki. Bu Marta mendekatkan handphonenya ke arah Shana.

"Hallo?" tanya Shana saat laki-laki itu tak memulai pembicaraan. Bu Marta me-loudspeaker telepon itu hingga mampu didengar oleh beberapa orang di situ.

"Saudari Tryshana, apa anda bersedia berjanji bahwa anda akan memberikan seluruh fakta kebenaran tentang apa yang anda lihat dan anda ketahui?"

"Iya saya bersedia."

"Apa yang anda lihat pagi itu?"

"Seorang mayat."

"Anda melihatnya dengan jelas?"

"Ya, saya melihatnya dengan jelas kerena saya berjalan mendekat ke arahnya."

"Anda melihat wajah mayat tersebut?"

Shana diam sebentar. Sulit untuk mengucapkan namanya walau sebenarnya Shana tahu.

"Tidak, wajahnya menghadap ke arah berlawanan dengan saya," ujar Shana berbohong. Dia sudah melanggar janjinya tadi.

"Apa anda biasa berangkat sepagi itu? Atau ini pertama kalinya?"

"Saya terbiasa berangkat sangat pagi."

"Apa ada alasan tertentu?"

Lagi, Shana diam sejenak. Shana menatap ke ayahnya. Ayahnya mengangguk sambil tersenyum.

"Saya sering sendirian di rumah. Orang tua saya selalu bekerja. Tugas mereka tak mengenal waktu."

"Apa anda tak takut berada di sekolah sepagi itu?"

"Saya sudah terbiasa. Saya tidak merasa takut lagi. Di rumah sebenarnya juga tak kalah menakutkan, banyak yang mengincar ayah saya karena pekerjaannya."

BOOK 1 MISSION SERIES: MISSION IN CASE (Pindah ke Innovel) حيث تعيش القصص. اكتشف الآن