5. Surat Kedua dan Kesepakatan Kerjasama

34.8K 2.9K 152
                                    

Rabu pagi. Arthur berjalan keluar dari area parkir sekolah. Tak sengaja matanya menangkap sesuatu yang mencurigakan. Seseorang menggunakan pakaian serba hitam nampak bersembunyi di balik tembok ruang kesenian. Arthur mendekat perlahan dari arah belakang, namun sepertinya orang tersebut menyadari ada bahaya dan segera berlari menjauhi Arthur.

Arthur mendesis geram dan mengumpat kata kasar dalam hati. Namun ia tak langsung pergi begitu saja. Ia justru meneliti tempat orang mencurigakan tadi bersembunyi. Rupanya benar. Orang tadi meninggalkan amplop cukup tebal. Entah sengaja atau tidak.

Arthur memungutnya dan segera pergi meninggalkan tempat itu. Ia menuju ke belakang sekolah dan membuka surat itu. Terdapat potongan foto yang tidak utuh menyertai surat itu.

Arthur membuka lembaran kertas yang dilipat mirip surat izin. Lalu surat itu dibacanya di dalam hati.

~~

Cari tahu arti dari kata-kataku di surat sebelumnya. Aku menjamin kalau kalian menemukan sesuatu yang menarik bukan? Cukup dengan itu, akan kuberi tahu satu hal lagi karena kalian anak baik. Aku mengenal mereka yang mampu mengobati namun belum tentu cukup membawa kedamaian dan karena aku tak suka, aku akan memberinya hukuman.
~~


Sialan. Siapa pengirim surat ini? Arthur meremas kertas yang baru saja dibacanya. Ia memasukannya ke dalam tas beserta potongan foto yang menyertai. Surat itu bukan untuknya. Ada seseorang atau sekelompok orang yang seharusnya menerima surat itu. Juga bisa dipastikan ini bukan surat pertama, karena dalam surat ini penulis memastikan si penerima surat mengerti arti perkataannya. Arthur memutar otak, siapa yang sekiranya menjadi penerima surat pertama. Ia harus menemukannya hari ini juga.

Terlintas di pikiran Arthur bahwa dugaannya mungkin benar. Sebelumnya ia pernah curiga pada gerak-gerik Shana. Ia harus menemuinya segera.

***

Arthur masih tetap duduk di kursinya padahal bel istirahat telah berbunyi. Beberapa temannya sudah mengajaknya ke kantin namun semua itu dia abaikan. Arthur tengah memijat pelipisnya. Ia barusan sudah menghubungi Pak Gerald mengenai surat itu. Namun sepertinya hanya Arthur yang bisa bergerak tanpa dicurigai. Arthur dengan posisinya sebagai siswa di SMA Argosaka dapat leluasa untuk menyelidiki berbagai hal. Tidak seperti detektif lain yang usianya lebih tua sehingga tidak bisa menyamar sebagai siswa. Walaupun sekarang ini Arthur bukanlah detektif sungguhan. Dia hanya ikut bantu-bantu jika ada kasus.

Arthur harus bergerak sendiri dan tentu saja harus cepat. Ia bisa memastikan akan ada korban lagi berdasarkan surat yang ia terima. Arthur memutuskan berjalan berkeliling gedung sekolah untuk mengenal sekolah barunya itu. Mungkin saja ada petunjuk di luar dugaannya. Kakinya berhenti di lorong dekat ruang ekskul panahan. Ia melihat tiga orang berdiri di depan ruangan itu. Shana yang nampak mencolok di mata Arthur. Dua lainnya Arthur tidak cukup tahu wajahnya apalagi namanya.

Arthur tidak mendekat. Ia justru menajamkan pendengarannya. Suatu kebetulan yang menarik karena dugaan Arthur tentang penerima surat pertama itu benar. Shana terlibat.

Dua orang yang tidak dikenal oleh Arthur itu pergi meninggalkan Shana sendiri. Arthur segera mendekat dan bertanya pada Shana.

"Lo dapet surat petunjuknya kan. Mana suratnya kasih ke gue?" Arthur berhasil mengagetkan Shana.

"Hah, lo ngomong apa?" Shana jadi panik.

"Surat, gue butuh surat itu," ulang Arthur gusar.

"Gue nggak punya surat apa-apa buat lo. Dah nggak jaman lagi surat-suratan." Shana berusaha mengalihkan pembicaraan. Ia juga bertingkah seolah tak sedang menyembunyikan sesuatu.

Arthur mendorong Shana ke tembok. Tak lupa ia juga mengunci tangan Shana di belakang tubuh gadis itu.

"Ma... mau apa lo? Dasar mesum." Shana tergagap.

"Mau lo yang nyerahin ke gue atau gue cari sendiri?" Arthur sedikit mengancam Shana. Gadis itu nampak salah tingkah.

"Tapi lo itu bagian dari polisi. Gue nggak bisa kasih surat yang gue dapet ke lo. Si pengirim nggak akan ngirim surat petunjuk lagi kalau sampai surat itu jatuh pada polisi." Shana menjelaskan takut-takut. Suaranya ia buat sepelan mungkin hingga terdengar seperti bisikan.

"Sayangnya surat kedua ada di tangan gue. Seperti yang lo tau, gue saat ini bagian dari polisi. Tapi tenang aja, yang tahu kalau gue detektif itu cuma lo di sini. Gue rasa pembunuh dan penulis surat itu juga nggak tau identitas gue sebenarnya." Arthur mengencangkan cengkraman tangannya yang mengunci kedua tangan Shana di balik badan Shana yang rasanya makin menyakitkan karena terjepit. Ia juga mengatakan kalimat itu tepat di telinga Shana dengan sangat pelan.

"Sialan lo brengsek. Lo mau apain Shana?!" Tendangan menghantam perut Arthur dari samping. Ia terlempar begitu saja. Pelaku penendangan tadi tak lain yaitu Nizar.

Arthur bangkit, ia membalas serangan Nizar tadi dengan tinjuan keras ke rahang Nizar. Nizar tersungkur ke tembok. Mereka mungkin akan terus berkelahi kalau Kara dan Shana tidak menarik keduanya menjauh.

Pertengkaran antara Arthur dan Nizar sudah berhenti dan keadaan antara keduanya mulai mendingin. Shana dan Kara mengajak mereka untuk berbicara dengan baik-baik. Mereka tidak boleh mengundang perhatian banyak orang karena ada misi yang harus diselesaikan.

***

"Gimana, setuju nggak sama rencana gue? Kalau tujuan kita sama untuk mencari tahu si pelaku pembunuhan, bukankah lebih baik kalian bersikap kooperatif ke gue?" ujar Arthur.

"Oke, kalau gitu kasih tau gue surat kedua yang nggak sengaja lo temuin itu. Gue akan tunjukin surat pertamanya." Nizar berkata sambil menoleh pada Shana, memberi kode agar gadis itu mengeluarkan surat yang ia sembunyikan.

Mereka saling bertukar informasi. Sekarang ada enam orang yang tergabung untuk menyelesaikan kasus ini.

***

Hi pembaca :) Gimana sama part ini? Voment kalian masih aku tunggu ya. Thanks.

With love ❤

BOOK 1 MISSION SERIES: MISSION IN CASE (Pindah ke Innovel) Where stories live. Discover now