XI - Executor

55 16 0
                                    

Hari ini akhirnya datang juga. Aku dapat merasakan getaran yang bersemayam dalam tubuhku ketika berhasil membuka mata. Dengan was-was aku mengecek pergelangan tangan, berjaga-jaga untuk memastikan bukan aku yang berada di peringkat terakhir.

"Hmm, masih 580/615 ternyata."

Ibu mengetuk pintu, menyuruhku untuk bergegas mandi dan pergi bersama ke arena eksekusi. Meskipun tidak wajib untuk datang, tetap saja rasa penasaran yang membumbung tinggi membuatku dan Ibu memutuskan untuk menyaksikan secara langsung eksekusi itu.

Setelah membersihkan seluruh tubuh dan berpakaian, aku sempat menyelipkan kantong plastik dan tisu untuk bersiaga jika kami mual saat menonton.

"Kau datang?" tanya Zee dalam pesan singkatnya.

Aku tidak membalas, karena seharusnya anak itu sudah tahu bahwa aku akan datang.

"Shane, kau sudah tahu siapa yang akan dieksekusi?" Ibu bertanya sambil mengabsen barang-barang yang akan ia bawa dalam tasnya.

"Tidak Bu. Itu rahasia, katanya."

"Oh begitu. Eksekusinya seperti apa ya? Ibu takut tidak kuat melihatnya."

"Aku membawa kantong plastik dan tisu, Bu," jawabku sambil menunjukkan kedua benda tersebut.

"Nah, baguslah. Ayo kita berangkat."

Ibu mengunci pintu rumah dan aku menunggu sambil sesekali menggertakkan kaki. Desa ini terasa sepi sekali, tidak ada orang berlalu lalang seperti biasanya. Mungkin mereka semua telah berkumpul di arena.

Aku dan Ibu menaiki mobil hasil pinjaman dari Zee. Sehari sebelumnya, Zee memberikanku sebuah kunci mobil untuk dipakai aku dan Ibu jika ingin datang ke arena eksekusi. Karena meskipun tempat ini masih berbentuk pedesaan, bisa dikatakan desa ini cukup luas.

Ibu duduk di kursi penumpang dan selalu melamun setiap saat aku meliriknya. Aku tahu Ibu pasti sebenarnya tidak siap, sama seperti aku. Karena sebelumnya keluarga kami hidup dalam keharmonisan dan kerukunan.

"Sudahlah, Bu. Tidak usah terlalu dipikirkan."

"Ibu hanya memikirkan pihak keluarga orang yang akan dieksekusi, Shane."

***

"Aku sudah menyuruh seseorang untuk membantu. Dia baik sekali, dan aku memercayainya."

"Tidak usah. Aku bisa mengatasinya sendiri."

"Leo! Sampai kapan kau akan keras kepala begini?"

Pria itu membuang mukanya dari hadapan Zilly. Ia mendengus kesal dan memeluk dirinya sendiri dengan kedua tangannya.

"Percayalah padaku, Leo. Sekali ini saja." Zilly melanjutkan kata-katanya.

"Kau selalu berkhianat, Zee."

"Aku tidak pernah bermaksud begitu," ucap Zilly sambil berusaha menatap Leo lekat-lekat.

"Tapi aku akan tetap datang kesana," kata Leo.

Zilly pergi meninggalkan pria itu sendirian. Dibalik sosok tegar Leo, wanita berdarah Chinese itu paling tahu bahwa sebenarnya Leo sosok yang penakut. Apalagi disaat-saat seperti ini. Zilly menginjak pedal gas mobilnya dan melaju kencang menuju arena eksekusi.

***

Shane melihat seorang wanita paruh baya yang sedang digantung dan matanya ditutup oleh sebuah kain hitam. Wanita itu akan berakhir hidupnya hari ini. Shane bergidik ngeri sekaligus merasakan kesedihan yang mendalam. Wanita paruh baya itu pasti tidak bisa melakukan kejahatan karena kulitnya yang sudah mengendur, pikirnya.

SHANE : My Different World [COMPLETED]Where stories live. Discover now