1 - Sahabat Terbaik

80.1K 3.3K 27
                                    

Saat ini Adara tengah berada didalam kamar sang adik. Adara terus berdoa memohon agar Anggun-Adiknya- diberikan kesembuhan oleh sang maha kuasa. Adara tak tega melihat keadaan Anggun yang semakin hari semakin memburuk. Usia Anggun baru menginjak 7 tahun. Sungguh malang, seharusnya saat ini Anggun bermain bersama teman sebayanya. Bukan terbaring dikasur tipis seperti yang dilihat Adara. Hanya obat-obatan warung yang dapat Adara berikan pada Anggun mengingat kondisi ekonomi mereka yang kian hari semakin menipis.

"Sayang. Kakak sekolah dulu ya. Nanti pulang sekolah kakak kerja. Pulang kerja kakak janji bawa makanan enak buat Anggun. Cepet sembuh sayang!" Ucap Adara terisak lalu mencium punggung tangan yang terasa sangat kecil.

Anggun mengangguk dan tersenyum lalu menghapus bulir mata sang kakak dengan tangannya yang ikut bergetar.

"Kakak pergi ya!" Adara menyempatkan untuk selalu mencium dan mengelus kepala Anggun.

Lalu Adara keluar dari rumah sempit nan kecil itu. Tapi keadaan rumah tak pernah menjadi masalah bagi Adara. Ia bahagia selalu jika dapat terus melihat senyum adiknya.

Adara berjalan menyusuri trotoar dengan banyaknya asap dan debu. Sedikit-sedikit Adara terbatuk karena hal itu. Jarak dari rumah ke sekolah memang terbilang cukup jauh. Tapi Adara bangga, karena kakinya terasa sehat jika ia terus berjalan seperti ini.

Tin tin tinnnnnnnn

Suara klakson mobil mengagetkan Adara. Ia melihat seorang perempuan cantik dengan baju yang sama dengannya tersenyum lalu membuka pintu kemudi.

"Ngeselin banget sih!" Kesal perempuan itu.

"Kenapa Fer? Kok gitu?" Tanya Adara bingung.

Fera Fenanda. Sahabat Adara. Seseorang yang terbilang keluarga terpandang dengan aneh nya mau menerima Adara sebagai sahabatnya.

"Lo tu nggak ngerti apa gimana sih! Gue capek-capek bangun pagi demi jemput Lo dan liat si manis. Tapi ternyata Lo udah berangkat. Gue marah!" Fera melipat kedua tangannya didepan dada dengan alibi ingin membuat Adara merasa bersalah.

"Astaga Gue lupa Fer. Gue kira Lo nggak jadi jemput Gue. Soalnya arah rumah Gue juga bau sampah Fer. Nanti mobil Lo ikutan bau!" Jelas Adara.

"Itu-itu aja alesannya!" Ketus Fera.

"Jadi ngambek?" Adara mencoba menggoda sahabatnya ini.

"Iya!"

"Yaudah. Apa yang bisa bikin Lo nggak ngambek lagi?" Ucap Adara sembari menangkup kedua pipi sahabatnya.

Fera tersenyum sumringah lalu menatap Adara."Bener ya?"Ucapnya.

"Iya."

"Oke. Lo harus berangkat bareng Gue!Sekarang!Besok!Dan Selamanya!Titik!" Ucap Fera tegas lalu menarik Adara agar masuk kedalam mobil.

"Dasar pemaksaan!" Adara terkekeh kecil. Lalu Fera melajukan mobilnya menuju sekolah dengan diiringi canda tawa mereka berdua.

Sesampainya di gerbang, Adara meminta Fera agar menurunkannya disitu juga. Ia takut nanti Fera malu membawanya kedalam sekolah. Tapi Fera tak menghiraukannya, ia justru menutup mulut Adara yang terus meminta agar turun disana saja.

"Sampe!"Ucap Fera senang lalu membuka sabuk pengamannya juga Adara.

"Fer. Nanti Lo duluan aja. Gue nyusul!" Pinta Adara.

"Gak!" Tolak Fera tegas.

Setelah turun dari mobil, Fera meminta agar Adara berjalan berdampingan bersamanya. Saat di koridor, semua memandang Adara dengan tatapan jijik berbeda dengan Fera yang ditatap dengan tatapan...KAGUM?

ADARAWhere stories live. Discover now