Pelanggan adalah Raja

1.9K 138 3
                                    

Aku berlari-lari kecil melintasi pelataran kafe setelah turun dari taxi yang baru saja kutumpangi.

Aku baru saja kembali dari kampus. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul 5.10 sore. Aku terlambat 2 jam lebih. Seharusnya aku sudah masuk kerja pukul 3 tadi. Hanya saja, kegiatanku di kampus baru berakhir pukul 4.

Well, aku sudah memberitahu Evan akan terlambat. Dia bilang tidak masalah. Hanya saja aku merasa tidak enak harus terlambat sampai 2 jam. Terlebih dua hari terakhir aku juga terlambat karena kegiatan kampus berakhir tepat jam 3.

Aku segera membuka pintu kafe dan bergegas masuk. Jam segini pelanggan sudah mulai ramai. Huh, aku tidak mengerti kenapa kafe Evan selalu ramai. Dan kafe dipenuhi oleh para gadis. Ada yang seusiaku, pertengahan 20-an dan anak-anak sekolahan.

Kadang kupikir, mungkin Evan lah yang menjadi daya tarik di kafe ini.

"You're late, Fira? Again?"

Kiara, salah seorang waitress menyapa saat aku memasuki kafe. Dia sedang membersihkan salah satu meja.

Aku tertawa pelan, tidak menghentikan langkah. Hanya mengangkat bahu dan meneruskan langkah ke bagian belakang kafe menuju ruang ganti. Evan terlihat berdiri di depan salah satu counter bar, seperti biasanya. Dia menatap sekilas ke arahku.

Cengiran kecil muncul di bibirku. Sedikit meringis, aku mengucapkan 'sorry, Bos' tanpa suara padanya. Dia mengangguk kecil. Aku bergegas ke ruang ganti.

~

"Huuu... Yang sudah selesai ospek," Dira menghampiriku yang baru saja meletakkan piring kotor ke sink, "Hari ini kau terlambat sampai 2 jam, huh."

Aku menoleh, tertawa pelan, "Well, mau bagaimana lagi, Kak."

"Ck, untung kau kesayangannya Bos." Nathan yang baru saja datang ikut berkomentar. Dia meletakkan piring kotor lainnya di sink.

Aku tertawa lagi, "Kak Nathan cemburu?"

Dia balas tertawa, "Sama sekali tidak."

"Ceh, apanya yang tidak?" Dira berkomentar, menatap sinis ke arah Nathan, "Kau selalu merengut saat Bos memperlakukan Fira dengan spesial."

"Enak saja! Siapa yang merengut?"

"Kau, tentu saja."

Nathan, pria yang lebih tua 5 tahun dariku itu menatap sebal ke arah Dira. Aku tertawa. Mereka memang sering bertengkar, ada saja yang mereka debatkan.

"Jangan hanya tertawa, Fira," Nathan menatapku, jengkel, "Lebih baik katakan pada kakakmu ini untuk tidak terus-terusan membuatku jengkel."

"Memangnya siapa yang membuatmu jengkel?" Dira tidak mau kalah.

Aku tertawa lagi, "Oi, kalian bertengkar begini, nanti kalau jodoh baru tahu rasa."

"Tidak sudi!"

Mereka menjawab bersamaan. Lantas saling tatap dan kemudian saling memasang tampang sebal. Aku lagi-lagi tertawa, sedikit lebih kencang.

"Sudahlah, lebih baik aku ke depan dari pada melayani dia bicara." Nathan akhirnya mengalah.

"Siapa juga yang mau bicara denganmu?!"

Aku menutup mulut, menahan tawa. Kalau sudah begini, lebih baik biarkan saja mereka berdua berdebat. Dilerai pun tidak akan berhasil. Karena sebenarnya aku tahu, mereka tidak benar-benar berdebat.

Dira selalu suka cari-cari masalah dengan Nathan. Aku rasa, baginya, membuat Nathan mencak-mencak sebal itu adalah sebuah pencapaian.

Mendengus sebal, Nathan berbalik, kembali melangkah ke depan. Dan benar saja, setelah Nathan pergi, Dira langsung menyeringai senang. Seolah baru saja mendapatkan penghargaan atau semacamnya.

Mr. Frosty Jerk Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang