21. kejujuran

681 61 12
                                    

Iya benar, memang ada yang benar-benar hilang dalam dirinya. Setelah Mey menceritakan apa yang ia rasakan kepada sahabatnya Eca, isak tangis Mey pecah. Dia tahu, bahwa dirinya bodoh telah membohongi perasaannya, dia hanya membuang-buang waktu dengan berpura-pura bahagia bersama Ajun padahal sebenarnya hatinya sudah bukan lagi milik Ajun, lantas kepada siapa hati Mey sekarang berlabuh?

"Gue ngga ngerti sama perasaan loe Mey dan mungkin ngga akan pernah ngerti" ucap Eca.

"Karena perasaan loe, loe sendiri yang tau bukan gue" lanjutnya.

Lagi-lagi Mey tidak bisa menahan tangisannya, dia ingin sekali memberi tahu perasaannya sekarang kepada Eca, namun perasaan takut terus menghantuinya. Sungguh, perasaan ini membuat Mey benar-benar tersakiti.

"Ca?" ucap Mey lirih, Mey langsung memeluk Eca dan ingin sekali rasanya memberi tahu yang sebenarnya.

"Iya Mey, ada apa? cerita sama gue"

"Loe ingetkan loe tuh sahabat gue Mey" lanjutnya.

"Loe ragu sama kepercayaan loe ke gue??" Tanya Eca.

Lagi-lagi kepala Mey tertunduk, Mey berusaha menahan isaknya agar tidak kembali terdengar, tapi itu tidak bisa Mey lakukan.

"Gue tau Mey, dan gue paham apa yang loe rasain sekarang"

"Tapi sayangnya loe sendiri yang ga ngerti sama perasaan loe Mey" lanjut Eca.

Mey memberanikan diri untuk menatap sahabatnya, berusaha menghentikan tangisannya walaupun sedikit sulit untuk Mey.

"Loe ngga paham Mey, ngga paham tentang hal yang loe rasain dan tentang hal yang loe ketahui" ucap Eca.

Mey sangat bingung dengan perkataan Eca, sungguh pikirannya dibuat rumit oleh apa yang Eca ucapkan.

"Maksudnya Ca??" Tanya Mey.

"Ya, loe ngga paham tentang hal yang loe rasain sekarang yaitu loe merasa kehilangan seseorang dan orang itu adalah Pak Bim iyakan??" Tanya Eca, sontak membuat Mey kaget. Tentu saja Mey kaget, dia tidak pernah memberi tahu siapapun atas perasaannya. Tetapi, Eca sudah mengetahui semua yang ia rasakan selama ini.

"Loe hanya takut dengan apa yang loe rasain sekarang Mey, dan loe menutup mata untuk apa yang loe ketahui tentang Ajun"

"Sebenernya loe udah tau, kalau perasaan loe udah ngga buat Ajun kan? Gue tau loe udah ngga ada rasa buat Ajun, loe hanya terobsesi dengan Ajun. Loe ngebohongi diri loe sendiri dan meninggalkan apa yang loe rasain demi Ajun, loe bodoh Mey" ucap Eca, benar Eca sangat dewasa sekarang. Omongannya membuat Mey menyadari semua yang ia rasakan, lantas dari mana Eca tahu tentang perasaannya kepada Pak bim?

"Loe bingung dengan apa yang keluar dari mulut gue??"

"Mey gue tau, dari awal loe terima ajakan Pak Bim buat latihan"

"Gue tau, dari sana udah kelihatan bahwa Pak Bim emang suka sama loe dan loe baru ngerasain perasaan loe sejak Pak Bim ngejauh dari hidup loe"

"Loe hanya takut dengan perasaan loe Mey, loe ngga sadar aja beberapa hari kemarin gue terus merhatiin loe yang sibuk nyari-nyari alasan buat tau kabar Pak Bim"

Omongan Eca terhenti melihat Mey yang tertunduk, lantas memeluk Eca. Eca selalu mendukung apa yang Mey inginkan asal itu positiv, Eca tidak pernah setuju jika Mey harus bersama Ajun karena Eca sudah tau bagaimana sikap Ajun yang sebenarnya.

"Sekarang gue tanya sama loe Mey, loe serius suka sama Pak Bim??" Tanya Eca.

"Gue ngga tau Ca, gue nyaman sama Pak Bim dan gue ngerasa kehilangan saat dia ngga ada dihidup gue. Mungkin iya, gue suka sama dia tapi, apa pantas seorang murid mencintai gurunya sendiri?" Mey kembali mengeluarkan cairan bening dari matanya, hatinya sesak.

"Cinta, ngga pernah mandang usia. Dia bisa berlabuh untuk siapa saja, jadi loe ngga perlu takut untuk mengakui perasaan loe Mey"

"Gue dukung loe, gue yakin ini perasaan loe yang sebenarnya. Yaitu dengan Pak Bim bukan Ajun"

Mey memejamkan matanya, menarik nafas sedalam mungkin kemudia menghelanya sambil membuka matanya. Dia menguatkan diri, dan mentalnya sangat susah untuk mencapai titik ini. Titik dimana Mey harus mengungkapakan segalanya, tepat didepan pintu rumah Pak Bim sekarang Mey berdiri.

Nafasnya terengah-engah seperti seseorang yang sudah lari maratoon, sesekali mengepalkan tangannya berusaha untuk mengetuk pintu rumah itu. Sungguh, sangat berat rasanya.

Mata Mey membulat setelah seseorang berpakaian rapi, menggunakan kaos berwarna abu dan celana levis panjang berwarna hitam membuka pintu itu, yang tak lain adalah tuan Abimana Bagaskara. Mey menelan ludahnya, dia tidak tahu harus berbuat apa.

Jantungnya berdebar sangat kencang, antara bahagia dan bingung bercampur aduk. Bahagia karena bisa melihatnya kembali, dan bingung dengan apa yang harus ia lakukan saat ini.

Lambaian tangan tepat berada beberapa inch dari wajah Mey, yang membuat lamunan Mey buyar begitu saja.

"Mey?"

"Meyra?"

"Ah..iya Pak??" Jawab Mey.

"Kamu ngapain disini?"

"Anu Pak, Mey tadi cuma lewat aja. Terus ngga sengaja mampir kesini"

"Ohh kirain, ada hal penting"

Hati Mey terasa perih sekarang, entah karena dia sulit untuk mengungkapkan semuanya atau karena dia mendengar jawaban dari Pak Bim yang seakan-akan tidak mengharapkan kehadiran Mey.

Matanya mulai berkaca-kaca, dia tidak bisa menahan lagi semuanya. Tetapi, Mey bingung harus bagaimana dia mengungkapkannya?

"Ya sudah Pak, Mey pergi dulu" ucap Mey, ia membalikan badannya dan mengeluarkan beberapa tetes cairan dari matanya.

"Meyy?" Ucap Pak Bim lirih.

Hati Mey benar-benar merasakan perih dan seluruh tubunya merasakan sakit,dia benar-benar ingin mengatakan yang sebenarnya.

"Meyra??"

"Jawab saya" lanjutnya dengan nada lembut.

"Iyaa?" Jawab Mey.

"Mau ada perlu apa, ada masalah? Atau sedang bertengkar dengan Ajun?"

"Cerita sama saya, saya ngga mau liat kamu nangis kaya gituh"

Mey sedikit tertawa mendengar perkataan Pak Bim namun masih dalam keadaan menangis.

Manis memang, walaupun itu hanya perhatian kecil dari Pak bim tapi Mey tetap bahagia.

"Mey mau ngomong boleh??" Tanya Mey

"Iya sok boleh Mey"

"Oke, sekarang Mey jujur ya sama Pak Bim, emang umur kita beda. Pak Bim sedikit tua dari Mey, tapi entah sejak kapan Mey ngerasain ini, entah dari mana Mey ngerasain ini. Tapi jujur Pak, Mey ngga bisa lagi nahan semuanya. Mey suka sama Pak Bim dan mungkin sudah melebihi itu, Mey ngga bisa ngersain jauh dari Pak Bim, Mey juga ngerasa kehilangan saat Pak Bim ngga ada dikehidupan Mey. Mey ngga tau cara ngomongnya kayak gimana? Mey takut Mey dinilai sebagai seorang murid yang tidak tahu diri sudah mencintai gurunya sendiri, entah apa yang dipikirkan Pak Bim terhadap Mey sekarang, tapi Mey sudah ngga peduli. Ini yang Mey rasain sekarang, dan bapak ngga perlu khawatir sama Mey. Setelah ini, Mey akan pergi jauh dari kehidupan Pak Bin dan Mey akan anggap perasaan Mey ngga pernah ada walau itu sulit tapi, Mey akan belajar sedikit demi sedikit"

"Lega memang tetapi sedikit takut, lega karena telah mengungkapakan segalanya takut dengan apa yang akan terjadi kedepannya"

You Are Different [TAHAP REVISI]Where stories live. Discover now