Bab 43 : Empathy

2K 286 8
                                    

Bab 43 : Empathy

Ada berapa orang di dunia ini yang suka tersenyum palsu?

Terpaksa tersenyum karena sebuah tuntutan orang-orang di sekitarnya. Terpaksa tersenyum karena tidak ingin orang lain terluka, atau terpaksa tersenyum; saat semuanya tidak baik-baik saja, tapi harus menunjukkan bahwa diri mereka bahagia. Semua orang memiliki alasan untuk tersenyum masing-masing, dan semua orang memiliki cara untuk bahagia dengan rencananya sendiri.

Namun, mungkin ada orang yang seperti Sabrina. Terpaksa tersenyum agar dia tidak perlu sedih, dan tidak tahu apa artinya kebahagiaan; karena dia sudah terlalu sering terluka akibat kesalahannya sendiri.

Dia tampak baik-baik saja duduk di sebelah Tasya, keduanya tengah menonton video Mimi Peri untuk mengisi waktu kosong sebelum bel masuk pelajaran pertama berbunyi, menggunakan ponsel Sabrina. Mungkin bagi Sabrina; atau beberapa orang, tidak ada salahnya pura-pura bahagia, daripada pura-pura tidak pernah bisa bahagia?

Tasya tertawa hingga terbahak-bahak. "Gila ya! Ada gitu manusia kayak Miper? Eh, dia alien atau manusia sih? Kok stres gini?"

Sabrina menimpali, "Kan udah dibilang, dia peri dari kahyangan."

Tasya masih tergelak. "Peri? Ya kali peri kahyangan pakaiannya dari batok kelapa...."

Sabrina menjentikkan jari. "Peri kreatif." Dia berusaha menghibur diri, di saat dia mengkhawatirkan dirinya sendiri; bagaimana kalau sewaktu-waktu ada orang lain yang mengetahui rahasianya?

Dia terpikir saat di kamar mandi kemarin. Dia muntah di sana, dan ada temannya yang mempergoki, dia bisa menutupinya dengan jawaban-masuk angin, tapi kalau tiap kali ada yang bertanya dan dijawab seperti itu? Pasti akan ada orang yang merasa janggal. Lalu mereka bertanya, menginterogasi, kemudian semuanya akan ketahuan.

Sabrina menggeleng cepat dan Tasya mengerutkan kening saat melihatnya. Tasya mendekat ke telinga Sabrina, giliran Tasya yang menampakkan wajah cemasnya.

"Elo mual lagi? Apa pusing?" tanyanya, berbisik.

Sabrina tersenyum-palsu. "Gue baik-baik aja."

Tasya sampai mengecek suhu badan Sabrina dan saat dirasa bahwa semuanya memang normal, barulah Tasya menghembuskan napas lega.

"Pokoknya kalo ada apa-apa, lo minta tolong aja sama gue," katanya lirih. "Pokoknya nggak boleh ketahuan sampe lulus."

Sabrina mengangguk; itulah rencana mereka untuk menutupi kesalahan Sabrina. "Iya."

Tasya mengelus kepala Sabrina sekilas, sebelum suasana persahabatan mereka yang kental tersebut harus diganggu oleh kemunculan dua cowok yang mereka berdua tidak ingin kenal kembali.

Tasya mendesis greget ingin melempar Osa botol minum saat dia melihat cowok itu sudah berdiri di ambang pintu kelas mereka. Sementara Sabrina, saat dia melihat perubahan wajah Tasya yang menjadi kusut, dia pun mengikuti arah pandang Tasya, dan dia menghembuskan napas-tidak-ingin-diganggu, saat dia melihat Ezra ada di sebelah Osa, dan cowok itu tersenyum lebar bahkan sampai melambaikan tangan. Batin kedua cewek itu pun langsung merasa sial.

Osa dengan takut-takut, dia mengangkat bungkusan berisi sekotak ponsel baru yang dia beli kemarin; agar Tasya bisa melihatnya, dan dia berusaha tersenyum, setidaknya agar dia terlihat tambah tampan. Apa yang berbeda dari Osa?

Close To HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang