36.

5.5K 374 3
                                    

Tak terasa sudah hampir setahun aku menjalani peran sebagai istri Ditya.

Aku sudah jauh lebih legowo menerima Ditya sebagai suamiku. Tak lagi ketus pada Ditya, kecuali saat-saat tertentu.

Tapi aku juga tidak begitu saja melupakan Mas Rafi, aku masih setia mengirim doa untuknya setiap hari dan tetap mengingatkan pada Bella siapa ayah kandungnya.

Ditya tetap menjadi suami dan papah yang manis, hangat dan penyayang. Hampir tiap bulan Ditya mengajak kami liburan ke berbagai tempat. Kini, Ditya tak lagi manja padaku, tapi justru aku yang mulai manja padanya.

Keluarga kecil yang manis.

Begitu sekarang aku menyebut keluargaku ini. Dan keadaan ini tentu saja disambut bahagia oleh keluarga kami yang lain. Terutama mereka yang tahu kesepakatan kita dari awal.

Senang rasanya bisa memberi sedikit kebahagiaan untuk mereka. Dan yang lebih membahagiakan adalah saat aku ditelfon Ibuk empat hari lalu yang mengabari kalau Rina akan dilamar kekasihnya.

Ibuk menelfonku pagi hari, sebelum acara dimulai sore harinya. Meski tak bisa melihat secara langsung, tapi aku bisa membayangkan wajah bahagia Ibuk saat mengatakannya.

Dan malam harinya Ibuk menelfon lagi, mengatakan bahwa pernikahan Rina akan dilaksanakan dua bulan kemudian, bertepatan dengan liburan kenaikan kelas. Katanya suapya aku sekeluarga bisa pulang.

Aku tentu saja excited mendengar kabar ini, kubilang pada Ibuk kalau aku akan mengusahakan pulang ke Wonosobo.

Ibuk sangat berharap dengan kepulanganku, kangen berat katanya.

Maklum, karena selama hampir setahun di Bandung, kami hanya pulang sekali, saat liburan tengah semester lalu. Kepulangan kami sekaligus untuk menengok Nita yang telah melahirkan bayi laki-laki yang lucu.

***

Hari minggu, biasanya kami akan menghabiskan waktu untuk rekreasi di sekitaran Bandung. Dan biasanya jam segini aku sudah sibuk menyiapkan sarapan sebelum kami semua berangkat.

Tapi kali ini aku tidak bersemangat sama sekali. Sudah tiga hari ini aku merasa lesu, badanku berasa pegal dan perutku sedikit tidak nyaman.

Kupikir aku hanya kelelahan atau mungkin aku salah makan yang membuat perutku tidak nyaman.

"Mas bilang ke anak-anak deh, hari ini nggak jalan dulu. Aku nggak enak badan soalnya," pintaku pada Ditya setelah kami shalat subuh berjamaah. Anak-anak sudah kembali kabur ke ruang tengah untuk nonton kartun favoritnya.

"Kamu pucet belakangan ini, Yang, mana yang sakit?" Ditya nampak cemas.

"Iya, badan aku rasanya lemes, nggak enak. Aku salah makan kali ya, soalnya perut aku juga nggak enak banget," keluhku. "Pinggang aku rasanya pegel banget."

Wajah cemas Ditya tampak berpikir. "Mmm tapi kamu lagi nggak haid. Buktinya kamu shalat," ucap Ditya setelah berpikir.

"Nggak, orang biasanya aku haid awal bulan, ini kan udah hampir akh- ouh!" aku tersentak menyadari sesuatu.

Aku bergegas berdiri yang malah membuatku sedikit limbung, berjalan sempoyongan ke kamar, lalu meraih kalender kecil di nakas.

Mataku membulat saat mendapati aku telat haid sudah hampir 3 minggu.

"Hah! Kok bisa-bisanya nggak nyadar, sih!!" pekikku geram dengan diri sendiri.

Second LoveOù les histoires vivent. Découvrez maintenant