Chapter 9 - Her Title

162 17 0
                                    

Up date : 27th August 2018

*********
Cerita sebelumnya......

Tidak pernah Miles kira bahwa Ami akan mampu merebut surat yang asli dari tangannya, dan alih-alih merobek, Ami berniat menjual tanahnya dengan surat itu. Dan dimulailah kejar-mengejar dengan quadbike di tanah itu.

Miles sadar bahwa berada di dekat Ami mampu membuatnya menjadi diri sendiri, menikmati segala hal secara terbuka tanpa mempedulikan norma atau gelar kebangsawanannya. Meskipun akhirnya surat itu harus dimakan Shelby, kuda peliharaan Miles, dan Miles harus menyeret Ami kembali ke kantor, tapi dia cukup senang dengan semua yang terjadi.

Namun, bagaimana dengan Ami?

**********

Menyebalkan, sangat menyebalkan!

Ia menggerutu dalam hati sambil berjuang menahan butiran air matanya agar tidak menetes. Butiran bening yang terbentuk dari rasa frustasi yang menggerogotinya sejak kegagalan rencananya tadi. Siapa yang tahu akan ada kuda disana? Dan demi Tuhan! Hewan itu makan kertas! Setelah kekalahannya yang telak, sekali lagi ia harus berakhir memeluk punggung pria yang merupakan akar dari setiap perasaan tidak enak di hatinya. Dan sekali lagi ... pria itu 'menggendongnya' kembali. Kembali ke sebuah kehidupan yang tidak seindah rupa bunga.

Selain itu, Miles tidak melewatkan kesempatan untuk menaburkan garam di atas lukanya yang sudah menganga.

"Kalau ngancurin surat itu adalah rencanamu, aku tinggal ke dinas pertanahan dan minta mereka nyetak ulang suratnya. Kalau kamu mau ngejual tanah ini, aku bisa membelinya kembali."

"Dan istriku sayang, aku yakin harga dirimu cukup untuk menerima kekalahanmu. Kita bakal balik ke kantor pengacaraku besok, dan aku perlu tanda tanganmu."

"Jangan nolak. Hidup ayahmu taruhannya."

Perkataan Miles kembali terngiang dalam benaknya. Benar saja, garam itu memang membuat lukanya semakin perih. Ia mendesis ketika alkohol yang dingin menyengat permukaan kulitnya yang tergores, teriris, bebatuan di tanah tempatnya jatuh tadi. Cairan antiseptik yang berwarna merah pekat mengisi setiap celah lukanya, membuatnya meringis ketika rasa perih itu terhantarkan oleh setiap sarafnya. Dengan gerakan cepat, ia mengipasi lukanya dengan telapak tangan. Dirinya tahu betul rasa sakit yang menghilang untuk sejenak itu hanyalah sebuah sugesti. Sugesti itulah yang membuat tangannya terangkat, meminta proses pengobatan ini untuk dihentikan sejenak. Wanita yang daritadi berjongkok di hadapannya pun bangkit dan beranjak beberapa langkah, menjauhinya.

Sembari mengamati luka-lukanya, tanpa alasan yang jelas ekor matanya selalu mengikuti pergerakan Miles. Miles tampak tertunduk sambil menepuk-nepuk debu yang menjejak di celana panjang pria itu. Menyadari tatapannya, Miles menggeram ke arahnya. Wajah suaminya itu adalah wajah terakhir yang ingin dilihatnya saat ini. Ia membuang muka dengan tak acuh.

Tapi beberapa langkah kaki mulai terdengar, memasuki ruangan tempatnya berada, membuatnya kembali menoleh ke arah Miles. Orang-orang berpakaian rapi tampak mengerumuni Miles, layaknya semut yang sedang menggerubuti gula. Perasaan tidak tenang merayapi hatinya melihat kumpulan orang-orang itu, ingin dirinya menyentil satu-persatu manusia tersebut agar menjauh dari Miles.

Apa Miles akan dimarahi karena ulahku? 

Pertanyaan yang dipendamnya dalam-dalam. Kini, ia hanya bisa menatap laki-laki itu dari kejauhan sambil berharap-harap cemas. Ia tidak akan menyangkal, jika mungkin bagian dari dirinya merasa sedikit-cuma-sedikit khawatir pada pria yang baru menjadi suaminya kemarin.

Tapi apa yang ditakutkannya, ternyata tidak beralasan.

Jantungnya mencelos dalam kelegaan, menyisakan perasaan menyesal yang mengisi kekosongan di dadanya. Ia berdecak. Rugi aku khawatir! Batinnya. Orang-orang itu tidak memarahi Miles, atau mencibir aksi suaminya itu, mereka malah tertawa dan memuji. Dibanjiri pujian, diiringi tepukan tangan, Miles tersenyum dengan bangga. Ya, dirinya tidak salah lihat ketika senyuman itu ditujukan padanya.

A Rose for an Acre (SUDAH TAMAT)Where stories live. Discover now