Sebuah Kehangatan

2.2K 255 17
                                    

Jingga's Pov

Setelah diantar pulang oleh Dhea, Retta langsung menghampiriku dan ikut bersamaku masuk ke dalam rumah. Dia membantu membawa semua peralatan kebutuhan mading yang tadi aku beli di toko buku.

"Taro di meja belajar lo aja ya Dee?"

"Iya Ta," jawabku sambil melepaskan jaketnya dan menggantungnya di belakang pintu.

"Lo mau minum apa Ta? Biar gue bilangin ke Bibi."

"Gak usah, gue turun aja ambil sendiri. Lo mau apa? Sekalian gue ambilin."

"Emm, gue mau orange juice aja. Ada di kulkas kok."

"Okay."

"Yaudah gue mau bersih-bersih dan ganti baju dulu."

Setelah aku selesai mengganti baju, Retta sudah duduk di atas tempat tidurku sambil membaca novel yang baru saja aku beli tadi.

"Koleksi baru nih. Tumben beli novel genre mystery?" tanya Retta.

"Iya, lagi pengen baca yang penuh misteri," jawabku.

"Kayak gue ya?" usil Retta.

"Dih, gue sih udah tau semuanya tentang lo, gak ada misterinya. Sampe-sampe gue udah tau lo mau diajak pindah ke Belgia."

Retta terlihat kaget, "tau dari mana?"

Aku menghela nafas sambil berbaring di tempat tidur. "Nyokap."

"Kapan?"

"Beberapa hari lalu."

"Kok gak kasih tau gue?"

"Bukannya seharusnya gue yang nanya kayak gitu ya ke lo?"

"Sorry Dee."

"Hm."

Kini giliran Retta yang menghela nafas.

"Gue mau kasih tau lo tapi nunggu waktu yang pas."

"Kapan? Nunggu kita sampe lulus dulu?"

"Gak gitu."

"Terus?"

"Yaaa, emmm."

Aku membenarkan posisiku untuk duduk menghadap Retta.

"Kita kan udah sama-sama janji Ta mau kuliah bareng di US. Terus ada hal penting kayak gini kenapa lo gak mau kasih tau gue?"

"Gue... gue bingung Dee."

"Kenapa?"

"Gue mau banget kuliah bareng lo di sana, wujudin mimpi kita, tapi gimana? Gue gak bisa nolak permintaan bokap gue kan."

"But at least, you can tell me about it Ta!"

"I'm sorry, gue juga masih gak tau harus kasih tau lo nya kayak gimana."

Aku menggelengkan kepala. "Iya, sampai akhrinya gue tau dari nyokap pas di sekolah dan itu sukses bikin gue nangis."

Retta hanya menatapku dengan raut wajah merasa bersalah.

"Gue gak bisa nahan emosi gue. Gue sedih, gue marah, gue takut, dan gue sebel sama lo at the same time."

"Maaf Dee," hanya kata itu yang keluar dari mulutnya.

Aku kembali menarik nafas dalam. "Gue gak bisa maksa lo. Then, kalo gitu ya kita kuliah masing-masing."

Retta menggelengkan kepala. "No, gue gak bisa."

"Terus lo mau apa?"

"I'll figure it out."

"Ya," sahutku sambil kembali membaringkan tubuh.

Reminisce 1.5Where stories live. Discover now