Prolog

10.9K 639 4
                                    

sebelum & setelah membaca,
silakan berdoa.


*****

Hanna cenderung diam.

Mungkin sudah ke-tujuh kalinya pemuda itu mengajaknya bicara pagi ini. Ia masih cenderung diam. Melayani pembicaraan ini, sama saja ia harus siap melayani pembicaraan-pembicaraan selanjutnya, yang pastinya akan membuang waktu menulisnya.

Hanna suka menulis, mengekspresikan ide dalam bentuk tulisan, lalu berakhir dinovelkan. Ia tak suka keramaian. Itu mengganggu pikirannya dalam merangkai kalimat. Dan sialnya, pemuda bernama Yohan itu tak mau berhenti mengoceh.

"Hanna, ey!"

Hanna menulikan pendengaran. Memang itu kebiasaannya kalau sudah bersangkutan dengan Yohan. Bisa-bisanya ia lupa membawa headset hari ini. Siap-siap saja telinganya mendengarkan suara makhluk di belakangnya sepanjang hari.

Pasti tak akan seburuk ini.

Kalau saja makhluk itu tak sekelas dengannya, pasti tak akan seburuk ini.

Kenaikan ke kelas 12, sekolah melakukan sistem rolling bagi kelas sepuluh. Beruntung teman sebangkunya saat kelas 11—Nina, tetap sekelas dengannya. Namun sialnya, dia kini satu kelas dengan makhluk pengganggu itu.

Ingin rasanya ia melapor ke seseorang yang mengatur pengacakan kelas sebelas ini. Tetapi ia tak mau repot-repot. Waktunya tak boleh disia-siakan untuk hal yang tak pasti terwujud.

Hanna benci fakta ini, tapi Yohan suka.

Biarlah cobaan ini berlalu setahun. Toh, tahun depan akan di-rolling lagi. Ketidak-peduliannya pasti akan membuat lelaki itu jenuh. Dengan risiko, setiap pagi di awal semester ini, ia mendengarkan sapaan dari pemuda yang dipuja banyak perempuan satu sekolah.

Yohan adalah tipe cogan sekolahan. Ia mudah bergaul—dengan sesama siswa pastinya. Ia adalah kapten basket tahun ini. Dan menurut kabar yang beredar, ayahnya adalah pemilik perusahaan besar di Indonesia. Namun, dengan semua itu, mengapa ia hanya mengharapkan separuh hatinya terisi oleh perempuan yang berbeda dengannya?

"Berhenti, Han! Kita beda! Nggak seharusnya kamu kayak gini! Buang-buang waktu!"

Yohan terdiam sesaat, sebelum akhirnya menjawab, "Buat apa Tuhan ciptain perbedaan kalo akhirnya nggak ada yang bahagia?"

"Katanya ... perbedaan itu menyatukan."

Bukan dalam hal hati, Yohan.

*****

ShafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang