[13] Radius Dua Meter

2K 258 15
                                    

💚BISMILLAH💚

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari jalan Abu Barzah Al-Aslami, beliau bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

يَا رَ سُوْ لَ الله ِدُ لَّنِي عَلَى عَمَلٍ أَ نْتَفِعُ بِهِ قَالَ:اِعْزِلْ الْأَ ذَى عَنْ طَرِ يْقِ الْمُسْلِمِيْنَ

“Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang dapat bermanfaat bagiku.” Beliau menjawab, “Singkirkanlah gangguan dari jalan-jalan kaum muslimin.” (H.r. Muslim, 13:49; Ibnu Majah, 11:78)

*****

Hari Senin, seusai upacara bendera, Hanna meminum seteguk air dari botol berwarna hijau muda miliknya. Keringat yang sedari tadi keluar, ia usap dengan tisu dari kolong mejanya. Hannya menyandarkan tubuh di kursi, memejamkan mata beberapa detik sebelum suara gaduh teman-teman lelaki yang baru datang mengusik pendengarannya.

Hanna berdecak pelan. Alih-alih memarahi teman-temannya, ia justru mengeluarkan alat tulis untuk pelajaran jam pertama; Matematika.

Gadis itu menghela napas berat, memikirkan hal yang tidak-tidak mengenai pelajaran jam pelajaran ke-tiga dan ke-empat. Ah, tidak, tidak, mengenai tugas dari gurunya. Bu Elis, tepatnya.

"Han!"

"Apa?!" sahut Hanna terkejut. Melihat Nina yang tersenyum tanpa rasa bersalahnya, Hanna ingin sekali mencakar wajah temannya itu---andai saja itu tidak berdosa.

"Hobi kamu sekarang ngelamun, ya? Dari kemarin-kemarin, pagi-pagi di sekolah udah ngelamun aja."

Hanna terdiam, menelan ludah, lalu beralih menatap buku tulisnya.

"Jam ke-tiga nanti, Bu Elis nanti ada urusan sebentar! Nelat!" seru Nina kepada seisi kelas. Semuanya mendengarkan, tidak serta-merta memandang karena masih punya kegiatan; sarapan, misalnya.

Nina melanjutkan, "Disuruh ngerjain paket halaman 13. Nanti kalo beliau udah ke sini, dikoreksi bareng-bareng."

Hanna menggigit bibir bawahnya, lalu beringsut memundurkan kursi saat Nina ingin lewat. Kursi Nina berada di kiri kursi Hanna, sudut depan samping kiri, depan meja guru.

"Aku ... ke sana dulu, ya." Hanna berdiri, berjalan ke bagian belakang kelas tanpa menjawab pertanyaan lirih 'mau ngapain' dari Nina.

Sesampainya di bangku seseorang yang tak lain adalah sepupunya---Dipta---Hanna mencolek bahu pemuda itu dari belakang. Padahal, tak ada teman lelaki lain yang tengah berbincang dengan Dipta. Hanya saja, tingkat malu Hanna sudah meninggi, terlebih mulai kelas 11 ini.

"Eh, apaan?" tanya Dipta setelah berbalik. Sekalian pemuda itu mengambil bekal yang dibawakan ibunya tadi dari dalam tasnya yang berwarna hitam.

"Mau nanya."

"Iya, nanya apaan?" Dipta gemas.

Hanna tampak berpikir sejenak sebelum benar-benar mengeluarkan suara lirihnya. "Yohan nggak masuk?"

"Ah, dia sakit," sahut Dipta santai. Tapi, setelah benar-benar menyadari apa yang ditanyakan Hanna---meskipun perutnya meraung meminta asupan pagi---Dipta menggebrak meja hingga semua mata tertuju ke arah mereka berdua.

"Weh! Demi apa lo nyariin si Yohan?"

Hanna menunduk, menyembunyikan wajah merah padamnya sembari mendesis, "Berisiiik."

Dipta dengan tampang tak tau malunya hanya terkekeh sambil menggaruk tengkuk.

*****

"Han!" seru Dipta saat seseorang---dengan kaki agak terseok---memasuki kelas di jam kedua pelajaran bahasa Inggris. Bu Elis belum datang; kelas masih setia ramai.

ShafWhere stories live. Discover now