1

73.2K 5.4K 440
                                    


Cerita asli dipublikasikan pada tanggal 9 September 2018

Versi revisi dipublikasikan pada tanggal 9 Desember 2020





©Goldenchoii







Gimana sih rasanya kalau kalian mau gak mau harus berada di sebuah ruangan, bahkan di sebuah bangunan yang hampir seluruhnya tercium bau obat-obatan? Setiap hari. Bahkan hampir 24 jam harus standby berada disana.

Tentu saja bangunan tersebut adalah rumah sakit, tepatnya adalah Osadha Hospital, sebuah rumah sakit swasta terbesar di Indonesia yang pengobatannya bisa dibilang nomor 1 karena memiliki kualitas pelayanan, kualitas pengobatan, serta kualitas obat yang sangat baik.

Kenapa aku ada di rumah sakit ini? Tentu saja bukan karena aku sakit, melainkan aku adalah salah satu dokter disini, dokter bedah. Kalian pasti tahu betapa sibuknya menjadi dokter bedah, terlebih jika ada pasien gawat darurat, bisa-bisa aku menginap seminggu di rumah sakit.

Seperti hari ini ketika jam dinding menunjukkan pukul 16.47, sudah sore, langit yang awalnya kebiruan kini sudah mulai berubah menjadi oranye. Aku baru saja menyelesaikan sebuah operasi dengan pasien seorang anak-anak berusia 11 tahun.

Setelah melepas jubah berwarna hijau tua ini dan hanya meninggalkan scrubs berwarna biru muda, dengan santai di depan pintu ruang operasi aku mulai meregangkan badan. Bahkan aku dengan jelas mendengar suara tulang-tulangku sendiri.

"Pegel banget." sebuah suara datang dan berhenti di samping

"Namanya juga cari duit." kataku

Perempuan di sampingku ini juga ikut meregangkan badannya.

"Habis ini mau kemana Ale?" tanyanya

"Pulang. Ini jadwal terakhir." jawabku

Alexandra Hutama atau lengkapnya adalah dr. Alexandra Hutama, Sp. B. Biasa dipanggil Ale, cukup Ale aja, jangan Alexa, Alex, Lexa, Lex, gak enak aja kalau dipanggil selain Ale, kalau mau panjang ya sekalian aja Alexandra.

Sedangkan perempuan di samping ini adalah dr. Ruby Jennie, Sp. BA. Dia adalah partner operasiku hari ini.

"Sama, aku juga pulang." kata Jennie

"Semoga aja bisa langsung pulang." kataku

"Semoga, tapi kehendak Tuhan gak ada yang tau, nanti tiba-tiba ada yang datang terus buat kegaduhan." kata Jennie

Perkataan Jennie ini membuat aku mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu. Dini hari saat aku masih nyenyak dalam tidur, ponsel serta telepon rumah tak henti berdering. Ternyata aku mendapat panggilan untuk segera ke rumah sakit.

Dengan bermodalkan baju tidur, dompet, dan ponsel, aku memacu kencang tesla milikku membelah dinginnya jalanan di subuh hari. Aku pikir pasiennya benar-benar darurat hingga puluhan telepon masuk ke ponsel, namun apa aku temukan saat sampai di rumah sakit?

Keadaan UGD jauh dari kata kondusif. Banyak polisi serta wartawan yang hadir, entah mengerubungi apa. Jadi aku harus memasuki gedung UGD lewat pintu gedung lain. Dengan segera aku memakai snelli dan mendekati UGD.

Ketika jaraknya benar-benar sudah dekat, ternyata yang aku temui adalah seorang koruptor yang berusaha kabur namun naas mobilnya menabrak tiang lampu, kasihan.

Setelah aku periksa ternyata tidak ada luka serius yang mengharuskan untuk segera operasi. Hanya cedera ringan di kepala dan lengan, tapi kenapa orang-orang yang berjaga malam saat itu malah menelepon aku?

Mengingatnya membuat rasa kesalku tiba-tiba muncul.

"Jangan lagi deh. Kapok." kataku

"Mau langsung pulang apa mau belok Al?" tanya Ale

Mysterious -JJH-✔️Donde viven las historias. Descúbrelo ahora