Perjalanan untuk Menguatkan hati

3.7K 420 26
                                    

Pagi itu, aku duduk disebuah batu besar ditepi sungai progo yang membelah ditepi barat kesultanan Yogyakarta dengan wilayah pakualaman. sesekali kuambil kerikil-kerikil kecil dan melemparkannya ke Sungai berarus kencang itu sehingga menimpulkan cipakan kecil yang kemudian hanyut terbawa derasnya arus.

"Jangan melamun Mbak. nanti kesambet." 

Mbok Karsi menyenggol lenganku, sehingga membuatku terkejut. aku segera memperbaiki dudukku Seingatku tadi Mbok Karsi sedang sibuk mencuci pakaian kotor kini sudah duduk disampingku.

"Mbak Sekar dari tadi murung mikir apa to? Mbok sini cerita sama simbok."

aku hanya mampu tersenyum menanggapi perkataan Mbok Karsi. 

perkataan Rama tiga malam yang lalu masih saja membuatku bingung. semakin banyak hari yang terlewatkan bukannya semakin membuatku mantap tetapi malah semakin membuatku bimbang, pilihan mana sebaiknya yang aku ambil. 

kesal aku pada rama, kalau lamaran Pangeran Mangkubumi tidak pasti kenapa harus ditunggu! kenapa rama menolak semua lamaran yang singgah untukku. sekarang nasi sudah menjadi bubur. aku sudah jadi perawan tua. kenapa rama tidak membuatkan sebuah pilihan untukku? 

"Aku pulang dulu ya mbok. gula jawa pesenan ibu di rumahnya mbah karyo, nanti simbok saja ya yang ambil."

"Pulang sama-sama saja mbak, tunggu simbok sebentar. nanti kalau mbak Sekar pulang sendiri saya bisa dimarahi ndoro Putri."

Mbok Karsi kembali turun kesungai dan meraih baju kotor yang sudah direndam bersama lerak - sabun cuci dari buah lerak."

akupun beranjak berdiri. mengambil nafas dalam. kulihat kesekeliling sungai, kini aku melihat ada Retnowati, minarsih dan Ningsih teman-teman sepermainanku yang tengah mencuci dan mandi disungai disisi lain sungai. 

"ada Retnowati disana, aku kesana dulu ya mbok. nanti kalau sudah selesai aku dipanggil."

"Ya Mbak Sekar."

***

Aku berjalan perlahan medekati teman-temanku yang sedang asyik melakukan aktivitas di sungai, sesekali mereka tampak berbincang dan bercanda. Retnowati, minarsih dan Ningsih adalah teman dekatku, tetapi sejak mereka menikah aku sangat jarang bisa bertemu dengan mereka. mereka sudah sibuk dengan aktivitas masing-masing.

"Itu palingan karangan pak pawiro biar Sekar Arum ndak sedih, tahu sendirikan Sekar Arum itu perawan tua." itu suara Retnowati yang kemudian disahut gelak tawa dari kedua temanku yang lain. rupanya mereka bersendagurau karena sedang membicarakan aku. 

akupun sembunyi dibalik semak yang sekiranya mereka tidak tahu. kurang ajar mereka malah membicarakanku dibelakang seperti ini. 

"Apa pak pawiro itu ndak kasihan ya sama Sekar Arum, itu namanya memberikan angan palsu. aku yakin Sekar Arum pasti nantinya semakin jadi perawan tua karena menunggu pangeran mangkubumi yang tidak tahu kapan datangnya." kini suara Ningih yang terdengar.

"Kalau yang Raden Tjandra itu juga karangan Pak Pawiro ya?" suara lembut Minarsih kini terdengar.

"Kudengar memang sudah pernah nyantri di tempat pak pawiro, tapi katanya juga joko tua. pssttt.. dengar-dengar punya penyakit Ayan (Epilepsi)." lirih suara ningsih tapi masih cukup terdengar.

"Nah benarkan! pada akhirnya Sekar Arum jadi perawan tua, perawan tua cita rasa terhormat karena menunggu pangeran mangkubumi ya." kikikan suara Retnowati membahana.

kesal. kulemparkan sebuah kerikil agak besar kearah teman-temanku. masa bodo mengenai mereka atau tidak. aku kemudian berlari kencang menjauhi mereka. berlari dan terus berlari pulang menuju rumah. hatiku hancur berkeping-keping. 

***

sesampainya dirumah aku hanya mengurung diri dikamar. tega sekali rama berbuat ini kepadaku. kini aku telah menjadi perawan tua yang menyedihkan dan terhinakan. Air mataku menetas dengan deras membasahi pipi. ingin kuberontak pada rama tapi aku masih memiliki budi pekerti untuk tidak melakukannya. 

***

Pagi berikutnya matahari belum benar-benar menyingsing. aku berkemas memasukan beberapa potong jarik dan baju kedalam kawal. hari ini kudengar adalah jadwal rama akan mengirimkan bal-bal bagor ke Negoro (sebutan untuk kota Jogja dimasa itu) dan kediri. hari ini aku ingin ikut sekalian ingin menginap beberapa hari dirumah Pakde Sagirin yang jadi carik di Yoja (nama lain dari Jogja) sana.

Awalnya baik rama dan ibu tidak mengizinkan aku untuk berangkat, tapi mungkin karena menyadari betapa penatnya diriku akhirnya mau tak mau mereka melepasku asal aku terus didampingi minul anaknya simbok Karsi.

***

Akhirnya disinilah aku, duduk di salah satu gerbong penumpang berjalan menuju arah matahari terbit yang menyilaukan itu.

Garwa Kinasih (Istri Kesayangan). End-Where stories live. Discover now