Part 8

18.2K 2.2K 233
                                    


"Dan, apa yang kau inginkan dengan informasi ini, Harry?" Hermione menatap penuh tanya sosok di depannya. Saat ini mereka sedang berada di perpustakaan dan tengah mencari sesuatu mengenai Hogwarts dan seluk beluknya. Hermione memang tidak terlalu mengenal Harry Potter seperti housematenya yang lain, tapi Hermione berani bertaruh, sosok Harry Potter bukanlah sosok yang... well katakanlah haus pengetahuan tanpa alasan seperti ini.

"Apa yang membuatmu berpikir kalau aku menginginkan sesuatu dengan informasi ini?" Harry bertanya dengan nada polos.

"Kau pikir aku ini siapa huh?" Hermione menatap sebal. "Katakan saja apa yang kau inginkan, siapa tahu aku bisa memberikanmu bantuan."

Hermione bisa melihat kalau Harry tenggelam dalam pikirannya. Gadis dengan rambut mengembang itu mengerutkan dahi. Harry Potter adalah... enigma. Dia tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, bahkan terkadang misterius adalah satu-satunya kata yang bisa menjelaskan keberadaannya.

Hermione sudah membaca beberapa buku tentang sosok dihadapannya ini. Dan semuanya menggambarkan bagaimana heroiknya seorang Harry Potter saat mengalahkan You Know Who. Harry yang saat itu masih berusia 18 bulan, bisa mengalahkan He Who Must Not Be Named yang berumur berkali lipat darinya. Tapi tak ada satupun yang bisa menjelaskan bagaimana itu bisa terjadi. kemudian berita tentang Boy Who Lived hilang, dan tak ada satupun yang tau dimana dia berada. Bahkan meskipun dia seharusnya berada di Hogwarts, tapi ketika dia tidak muncul, berbagai spekulasi diucapkan.

Sejujurnya, Hermione ingin berada di Gryffindor. Menurut buku-buku yang ia baca, Harry Potter kemungkinan besar juga akan berada di Gryffindor, mengingat orangtuanya adalah Gryffindor. Hermione sangat ingin berteman dengan Harry Potter, bukan hanya karena Harry Potter seolah menjanjikan pengetahuan yang melimpah, tapi juga karena ia yakin, Harry Potter adalah anak yang baik dan sempurna untuk dijadikan teman. Dan juga, Kepala Sekolah yang ia kagumi berada di Gryffindor saat sekolah dulu. Karena itulah dia sangat ingin berada di Gryffindor.

Tapi kemudian dia bertemu dengan bocah sombong berambut merah yang berkoar-koar kalau dia adalah temannya Harry Potter dan bersama-sama mereka akan menjadi pahlawan yang membumi hanguskan Slytherin dari dunia sihir, dan Kepala Sekolah sendiri yang akan melatih mereka dalam hal itu. Saat itu Hermione mengerutkan keningnya bingung. Pasalnya, dari beberapa buku yang ia baca, Kepala Sekolah selalu menyampaikan tentang wajibnya persatuan asrama, tak peduli apapun asramanya. Tetapi dari ucapan si rambut merah tersebut, seolah-olah dia mendapatkan persetujuan dari Kepala Sekolah tentang kehancuran Slytherin.

Apanya yang bukan prejudice? Apanya yang jagan membiarkan prejudice membuatmu mengambil keputusan? Kalau si rambut merah sampai dengan sombongnya mengatakan hal-hal seperti itu, jelas hal itu bukan imajinasinya saja, melainkan mereka memang sudah merencanakan hal itu!

Hermione mendadak merasa kasihan pada Harry Potter yang sepertinya akan terjebak dalam skema jahat si rambut merah. Karena itulah, meskipun ia tidak tahu kalau Harry Potter tidak di Hogwarts, dia memilih pasrah pada keputusan topi itu yang menempatkannya di Ravenclaw.

Dan saat ternyata Harry Potter tidak datang, Hermione awalnya merasa lega. Setidaknya Harry Potter tidak akan dijebak oleh rencana licik Weasley itu. Namun kemudian ia juga merasa khawatir. Akankah Harry Potter baik-baik saja? Apakah terjadi sesuatu yang buruk padanya sehingga ia tidak bisa hadir? Dan berbagai pertanyaan mengisi benaknya, namun ia tau tak seorangpun yang bisa menjawabnya di saat keberadaan Harry Potter tidak bisa ditemui.

Dan ketika mengetahui kalau Harry Potter diseleksi dan ditempatkan di Slytherin satu tahun kemudian, Hermione tidak bisa menahan senyuman lebarnya. Hermione sangat lega ketika Harry tidak berada di Gryffindor dan sepertinya bermusuhan dengan si rambut merah menyebalkan itu, meskipun ia berada di asrama yang dibenci hampir separuh sekolah. Tapi Hermione tau lebih baik, kalau ia tidak bisa menilai seseorang hanya berdasarkan asramanya. Dan Hermione senang kalau apa yang sempat ia pikirkan tentang Harry Potter adalah orang baik, benar. Meskipun, Harry sepertinya mempunyai jiwa usil yang hampir setingkat si kembar Weasley.

A Time to The FutureWhere stories live. Discover now