zestien

3.1K 512 10
                                    


Airin's POV

❝Kamu menjauh?❞ tanyaku saat melihat Jaemin yang menghindari tatapanku dan langsung melengos begitu melihatku.

Hei, memangnya aku apa? Kenapa sampai segitunya sih saat melihatku?

Aku ini bukan binatang, apalagi bakteri ataupun kuman.

Aku menahan tangannya membuat dia berhenti bergerak. Dia menatap tanganku yang masih memegang tangannya, lalu mendecak tak suka. Aku yang sadar akan itu langsung menjauhkan tanganku.

❝M-maaf.❞

Jaemin menghela nafasnya dan menggeleng. Dia menatapku cukup lama, aku tersadar kalau tatapannya itu agak sendu.

Kenapa ya?

Ada apa dengannya?

❝Kamu kenapa?❞ tanyaku memberanikan diri tanpa mengalihkan pandanganku. Sumpah, aku jadi mendadak dekat dan lebih berani berbicara dengannya setelah lama tinggal di apartementnya.

Dia menggeleng lagi dan membuang mukanya ke arah lain. Dia jelas-jelas menghindariku.

Aku mendecak kesal dan menahan tangannya lagi saat dia mau pergi. Dia menatapku marah dan menghempas tanganku. ❝Apa sih?!❞

Aku tergelak dan berjalan mundur. Kilat marah itu. Aku benci melihatnya seolah-olah aku sangat lemah di matanya.

Jantungku berdetak semakin kencang saat dia berjalan mendekat ke arahku. Aku meremas bajuku saat dia semakin dekat. Tolong aku.

Nafasku tercekat saat kedua tangannya ia sandarkan di tembok, menghimpit badan mungilku.

Aku dapat merasakan deru nafasnya yang menjalar di area sekitar leherku.

Aku terkejut saat dia tiba-tiba menyandarkan kepalanya di bahuku.

❝J-jaemin...❞ lirihku saat tiba-tiba dia terisak. Aku semakin terkejut dibuatnya.

Dia kenapa?!

Terhitung cukup lamaㅡmungkin sekitar 6 menitㅡsejak Jaemin menyandarkan kepalanya di bahuku.

Duh, pegal.

Tapi sebisa mungkin, aku membuatnya terlihat seolah-olah 'Ya tak apa, bersandarlah padaku lebih lama lagi.'

Namun tak lama kemudian, dia menjauh dari tubuhku dan tiba-tiba menatapku lembut.

DIA KENAPA?!!

❝Maaf.❞ ucapnya sambil melempar senyum hangat padaku. Aku mendadak meleleh dan jantungku semakin berdetak tak karuan.

Aku hanya bisa diam tak berkutik sampai akhirnya dia berkata, ❝Anggap aja yang tadi bukan apa-apa.❞

Saat itu, rohku serasa kembali ke tempatnya.

Yang tadi bukan apa-apa.

Aku segera tersadar dan mengangguk kecil. Yah, sadarlah Jeon Airin, kamu memang siapanya sih? Cuma mainannya.

Aku tersenyum miris dan pergi meninggalkannya, memilih untuk berdiam diri di kamar yang Jaemin sediakan.

Tenang saja, selama aku tinggal disini, kami tak pernah sekamar. Kalaupun sekamar, itu hanya saat Jaemin membutuhkanku sebagai pemuasnya.

Hubungan kami memang tidak sehat sejak awal.

Harusnya aku pergi saja. Tapi aku ini bodoh. Kurasa aku akan mati kalau saja aku meninggalkannya. Entah sejak kapan, perasaan takut itu muncul jikalau aku memberontak sedikit saja padanya.

Aku dapat merasakan kalau Jaemin akan memburuku meski aku pergi sejauh apapun.

Aku tak bisa meremehkan kekuatannya.

Yah, bahkan kedua orangtuaku tak pernah berusaha mencari keberadaanku.

Bukankah itu salah satu bukti yang merupakan turun tangan Jaemin? Tentu saja pria itu berbuat sesuatu sampai-sampai anaknya yang setiap hari mengabari tiba-tiba hilang tanpa kabar. Tapi orangtuaku tak curiga dan tak pula mencariku.

Ada 2 kemungkinan disini.

Pertama, Jaemin yang entah bagaimana membuat kedua orangtuaku percaya kalau anaknya masih hidup dan aman,

atau kedua, Jaemin membuat kedua orangtuaku mati.

Yah, kalaupun opsi kedua itu terjadi, aku sebenarnya tak perlu sedih.

Karena kesedihanku semuanya sudah kulampiaskan pada tubuh Jaemin.

Dan juga, orangtuaku itu memang pekerja keras, uang segalanya. Tak heran kalau Kak Jungkook memilih untuk membunuh dirinya sendiri saat itu.

Yah, semoga saja aku juga tidak berbuat bodoh seperti itu.

Untuk saat ini, aku setidaknya punya alasan untuk hidup.

Yaitu karena adanya Jaemin yang membuatku hidup segan tapi mati juga tak mau.





OBSESSION.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang