2

124K 7K 144
                                    

SELAMAT MEMBACA

JEVIN mengendarai motor BMW SPORT hitamnya dengan kecepatan penuh, ia melakukan hal gila yang belum pernah dia lakukan, mengikuti wanita luar biasa yang menjadi pelanggan tetapnya selama seminggu terakhir. Jevin tahu, ia tidak punya banyak waktu untuk teralih dengan hal-hal semacam ini—wanita. Ia harus mempersiapkan diri untuk syuting, berbagai meeting. Jevin harus fokus. Hanya saja ia tidak mampu menahan diri pada Becca—ah, nama yang indah.

Mobil yang ditumpangi wanita itu berhenti pada salah satu kedai dessert ala Korea terkenal di daerah Kemang, masih daerah kedai kopi milik Jevin.

Jevin sengaja menunggu Becca masuk dan memesan dessert, baru ia memarkirkan motor dan masuk ke kedai. Jevin menyunggingkan senyum tipis saat mendapati Becca mengambil posisi paling pojok, menata laptop—hal yang biasa dilakukan wanita itu di kedainya.

Kejadian tidak terduga terjadi, wanita itu menatapnya, kemudian membuka bibir terkejut melihat Jevin.

Jevin sengaja memberikan reaksi yang sama, lalu menghampiri Becca. "Wah, kita ketemu lagi...."

Becca menghadiahinya sebuah senyum tipis sambil bertopang dagu. "Ini sebuah kebetulan atau ada yang ketakutan baju kesayangnya dibuang?"

Baju. Bukti kekonyolan Jevin, dan ia menyukai itu. Jevin mempunyai alasan untuk berbicara dengan Becca. Tabrakan tadi terjadi bukan karena ia tidak menyadari gerakan Becca. Dia menyadari, dan membiarkan Becca menabraknya.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Jevin.

"Duduk. Bekerja. Dan menggendutkan badan lagi." Becca menyuap satu sendok dessert, menggigit ujung sendok sebentar tanpa melepaskan pandangannya dari Jevin. "Jadi kebetulan atau disengaja?"

"Anggap saja takdir," sahut Jevin pelan.

Jevin melirik kursi kosong di depan Becca, menunggu wanita itu peka dengan apa yang dia mau. Sebenarnya bisa saja Jevin meminta diperbolehkan untuk duduk, tapi kembali pada jawabannya tadi—ini hanya takdir.

"Takdir yang bagus, sayang untuk dilewatkan. Banyak perempuan di luar sana berharap bisa duduk bersama Jevin Adhitama, masa aku yang diberikan kesempatan cuma-cuma oleh takdir mau mengabaikannya."

"Kamu—"

"Tahu kalau kamu artis dan model?"

Jevin menarik kursi dan duduk di depan Becca, lalu mata cokelat Becca memesona Jevin sedemikian rupa. Wanita itu tahu siapa dirinya, tapi tidak bersikap seperti orang yang bertemu artis kebanyakan. Bahkan Jevin mengira Becca tidak tahu siapa dirinya, beberapa kali mereka berpapasan di kedai, Becca bersikap tak acuh. Tatapan Jevin mendarat di tempat salah—bibir, karena Becca membuang muka cepat dan rona kemerahan menghiasi wajahnya.

"Sejak kapan?"

"Apa?"

"Kamu tahu kalau aku, ya—profesiku."

"Sejak vanila latte-ku tumpah secara dramatis ke bajumu." Becca menutup laptopnya, dan hal itu sangat mempermudah Jevin memandang Becca dengan leluasa. Becca meniup beberapa helai rambut dari wajah, lalu mempertemukan membalas tatapan Jevin. "Kamu belum pesan sesuatu di sini?"

"Aku tadi sudah berniat untuk melakukannya, tapi melihatmu mengalihkan semuanya."

"Kalau begitu aku harus meminta maaf karena mengalihkan perhatianmu." Becca bangun dari kursi. "Aku traktir Patbingsu. Best seller di sini." Sebelum sempat Jevin membantah wanita itu sudah berjalan meninggalkan Jevin, dan menyunggingkan senyum yang bahkan mampu membuat seluruh es di kedai ini mencair.

NakedWhere stories live. Discover now